Sabtu, 30 November 2013

Kekalahanku Pada Hormon

Masa terlemah ku adalah saat hormon menguasaiku. Mau berusaha serasional apapun, aku kalah seketika hormon mengendalikanku. Sama seperti lewat tengah malam ini.

Tempo hari, sebelum hormon menerjang, pikiran rasionalku telah membuat keputusan. Aku harus akhiri rasa ini sebelum berkembang lebih jauh.

Malam ini, rasa yang tak dapat diungkapkan berkecamuk membabi buta menyisakan kebimbangan 'aku harus bagaimana?'.

Sungguh aku ingin meneriakkan, 'Cukup hentikan dramamu! Aku bukan gadis malammu!'. Tapi apa aku mampu? Disaat kau diam, aku malah menanti sapaanmu.

Aku benci diriku yang seperti ini. Membuatku lemah tak berdaya menghadapi rasaku sendiri.
Hei hormon, bisakah kau kembali nanti saja saat aku tlah membunuh rasa ini hingga tak bersisa?

Setelah itu, terserah kau jika ingin menelanjangi rasionalitasku sesukamu.
Tapi paling tidak, biarkan aku selesaikan dulu dengan rasa ini.

Jumat, 29 November 2013

Video: Nasi Goreng Tempe

Ada yang suka nasi goreng sekaligus suka tempe? Saya punya video tutorial memasak Nasi Goreng Tempe buatan teman saya. Deddy.

Video ini adalah hasil iseng belajar membuat video pertama kalinya. Awalnya dikirim ke saya dalam ajang pamer tunjuk kebolehan akan keisengan pertama kalinya. Menurut saya videonya bagus buat percobaan pertama kalinya.

Silakan bagi yang ingin mencoba belajar memasak Nasi Goreng Tempe. Tutorial ini sangat sederhana. Cocok bagi pemula yang baru belajar masak. Berikut videonya:



Sukabumi: Sebuah Perjalanan Persahabatan - Part 2

Berada di kota sejuk seperti Sukabumi membuat saya pelit bergerak alias mager atau malas gerak. Alasan utama saya malas gerak adalah temperatur air yang sungguh dingin membuat kulit saya enggan disentuh ditambah suhu ruangan yang sejuk disertai angin semilir di dalam rumah teman saya menyebabkan kantuk yang tak kunjung usai. Jadilah saya yang bagai onggokan pohon yang sulit digulingkan. Padahal hari sebelumnya saya sudah berencana bangun pagi untuk langsung segera keliling kota sejuk ini. Akhirnya wacana itu kandas dengan wacana semata.

Berhubung teman saya sudah harus kembali  ke Jakarta hari minggu sore, akhirnya di sekitar jam 11 saya memberanikan diri untuk berjibaku dengan kedinginan air Sukabumi. Syukurlah saya menang dan selamat dalam pertarungan dengan air dingin itu. Ternyata masih lebih dingin hati saya makanya saya menang! *halah*.

Selesai mandi Mas Dimas, sang tuan rumah, celetuk, “Yuk! kita ke PH!”. Saya bertanya “itu tempat apa? Jauh?” Saya memikirkan si bocah kecil berusia 3 bulan yang ikut diboyong oleh ibunya bila perjalanan itu jaraknya cukup jauh. “Gw juga belum pernah ke sana. Deket kok. Paling setengah jam” jawab Nisty. Oke, setengah jam tidak terlalu jauh jika ditempuh bersama bayi 3 bulan, batinku.

Pukul 12-an menjelang jam 1 siang kami mengendarai motor matic dari Karang Kengah langsung menuju Pondok Halimun. Ke Pondok Halimun juga bisa diakses menggunakan kendaraan umum dari terminal Sukabumi dengan jurusan Selabintana kemudian disambung dengan berjalan selama satu jam menuju Pondok Halimun.

Setelah sekitar 30 menit mengendarai motor akhirnya palang pintu dengan tulisan “Kawasan Pondok Halimun” sudah terlihat dari kejauhan 100 m. Itu adalah pintu masuk pertama untuk memasuki kawasan wisata Pondok Halimun dengan petugas sudah duduk manis untuk menarik retribusi sebesar Rp2.000/orang. Saya bernapas lega setelah mengendarai motor dengan kondisi jalan yang cukup banyak jebakan yaitu lubang yang cukup besar dan banyak batu cukup besar. Terutama saya boncengi teman saya yang lebih berat dari saya. Kebayang bagaimana leganya ‘kan? Hehehehe.. Saya kembali mengikuti motor teman saya dari belakang untuk mencari tempat parkir. Tapi.. loh kok jalan terus? Oh ternyata perjalanan ini belum berakhir! Saya kembali menarik napas. Hauufffft! Semangat!

Ternyata setelah pintu masuk pertama kita memasuki kawasan kebun teh Kampung Perbawati. Cukup luas dan asri dengan pemandangan yang serba hijau. Hanya saya tidak bisa puas menikmati pemandangan kanan kiri saya karena saya harus konsentrasi pada jalan yang rusaknya lebih parah dari sebelum memasuki pintu masuk. Lebar jalannya cukup 1 mobil dengan jalan yang belum diaspal secara menyeluruh. Bagian yang telah diaspal pun sudah tidak mulus. Banyak lubang dan batuan yang menghiasi sepanjang menuju kawasan Pondok Halimun sesungguhnya dengan sebelah kanan adalah ladang dengan kerendahan sekitar 1 meter. Jadi saya tidak boleh ceroboh berkendara terutama membonceng karyawan yang harus pulang sore itu. Ini lah perjalanan sesungguhnya! Membawa sang karyawan kantoran dengan selamat tanpa terjadi apapun yang dapat membuatnya tidak masuk kerja. Tanggung jawab yang sungguh berat.

15 menit dari pintu masuk pertama akhirnya kami sampai di Kawasan Pondok Halimun sesungguhnya. Kami kembali ditarik biaya retribusi sejumlah Rp10.000 untuk ber4 sudah termasuk 2 motor. Kata teman saya itu hasil negosiasi suaminya. Saya tidak tahu untuk tarif aslinya. Dari pintu masuk dari tempat petugas retribusi, saya langsung disuguhkan 3 tempat berbeda. Depan, kiri, dan kanan. Depan adalah jalur trekking menuju perkebunan teh yang bisa juga digunakan untuk motor cros, kiri adalah jalan menuju air terjun Cibeureum sekaligus alternatif jalan menuju Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sedangkan ke kanan adalah taman kecil yang ada kali dari sumber mata air Gunung Salak.

Yah karena tema perjalanan ini adalah wisata keluarga baru bersama bayi berusia tiga bulan, kami memilih untuk bersantai saja di taman kecil. Taman ini sungguh sejuk, asri dengan dikelilingi oleh pohon rindang dan ada kali kecil yang semakin memberi kesan ketenangan dari gemericik air mengalir cukup jernih. Cocok untuk wisata keluarga dengan membawa anak usia dini belajar berkenalan dengan alam. Di taman tersebut terdapat beberapa pondok yang bisa digunakan untuk beristirahat, beberapa penjual minuman dan makanan hangat seperti kopi dan mie instan. Penjual juga menyediakan tikar bagi pengunjung yang tidak membawa alas duduk untuk digelar di rerumputan. Juga terdapat arena bermain untuk anak berupa panjat tali dan perosotan untuk melatih motorik anak. Saat saya berkunjung ke sana, ada beberapa pembangunan pondok dan keadaan arena bermain anak yang sudah tidak terawat. Sehingga alternatif bermain anak hanya bermain air di kali bersama orang tua. Berikut sekilas foto Taman Pondok Halimun:









Saya cukup terkesan dengan kesejukan dan suasana asri yang ditawarkan oleh Pondok Halimun. Satu hal yang sangat disayangkan yaitu mengenai pengelolaan sampah yang ditinggalkan serta minimnya kesadaran pengunjung untuk mengumpulkan sampah dan dibuang di tempat sampah. Saya tidak menemukan adanya tong sampah di sekitar lokasi pengunjung bersantai. Tentu saja pengunjung membuang sampah sembarangan karena tidak adanya fasilitas yang tersedia. Kesadaran pengunjung mengumpulkan sampah di satu plastik kemudian dibawa pulang sementara sambil mencari tempat sampah pun masih rendah. Sehingga sampah dapat ditemui dimana-mana. Padahal di pintu masuk taman kecil terdapat palang pengumuman yang terpajang berisi himbauan untuk menjaga kebersihan dan keasrian kawasan. 



Jika saja ada pengelolaan sampah yang lebih baik, pembangunan pondok selesai dan arena bermain anak terawat dan diperbaharui, mungkin kawasan Pondok Halimun akan menjadi kawasan hiburan alam yang dapat diandalkan oleh warga Sukabumi terutama bagi orangtua muda yang baru memiliki anak.

Selasa, 12 November 2013

Sukabumi: Sebuah Perjalanan Persahabatan - Part 1

Sudah berminggu-minggu punya rencana ke Sukabumi mengunjungi Nisty, teman dekat kuliah yang baru melahirkan, akhirnya terealisasikan hari sabtu tanggal 19 Oktober 2013 lalu. Perjalanan kali ini saya ditemani teman kuliah yang bekerja di Jakarta. Teman saya seorang perempuan bernama Putri yang biasa kami sebut Owek.

Pukul 08.20 WIB kami memulai perjalanan dari Stasiun Tebet menuju Stasiun Bogor dengan tarif tiket Rp.9.000 sudah termasuk biaya jaminan kartu seharga Rp.5.000. Kami tiba di Stasiun Bogor pukul 09.30 WIB dengan perut keroncongan karena tanpa janjian kami sama-sama belum sarapan. Kemudian kami memutuskan untuk rehat sejenak untuk makan dengan menu apa pun yang ada di luar stasiun. Jika keluar melalui pintu keluar yang lama, kita akan temui banyak pedagang berjejeran di luar pagar stasiun. Dari makanan hingga perlengkapan rumah tangga. Dari sekedar kudapan pisang goreng, tahu sumedang hingga soto mie khas bogor. Dari pedagang bermodal alas plastik saja, bakul, gerobak, hingga ruko yang berjejer rapi.

Pilihan kami jatuh pada soto mie yang berada di jejeran ruko. Menu utamanya adalah soto mie dan soto santan. Semula kami bingung dengan menu tersebut karena bagi kami dua menu tersebut tampak sama saja. Sama-sama soto. Setelah dijelaskan oleh penjual, ternyata soto mie adalah menu soto dengan tambahan menggunakan mie namun kuah kaldu dimasak tanpa santan. Sedangkan soto santan adalah menu soto tanpa tambahan mie dengan kuah kaldu dimasak menggunakan santan. Dua menu tersebut seharga Rp.12.000 sudah dengan satu porsi nasi putih. Akhirnya kami sama-sama memesan soto mie untuk menghindari santan yang dapat menyebabkan kolesterol yang tinggi.

Setelah terkenyangkan oleh seporsi soto, kami melanjutkan perjalanan berikutnya dengan naik angkutan kecil yang berjejer rapi di luar stasiun. Kami menaiki angkutan dengan nomer 03 yang menuju Terminal Baranang Siang dengan tarif seharga Rp.3.000. Tarif itu adalah hasil terkaan logika kami saja karena sebenarnya kami kurang tahu tarif sebenarnya. Sesampai di Terminal Baranang Siang, kami menyambung kendaraan dengan mobil L300 yang biasa disebut dengan bis kol. Tidak perlu masuk dalam kawasan terminal, bis kol sudah parkir berjejer di seberang terminal dan sudah banyak joki angkutan yang akan menawari dengan penuh semangat. Awalnya kami mencoba memilih angkutan yang sudah ditumpangi cukup banyak penumpang dengan harapan bis tersebut akan langsung berangkat. Hanya saja kami sudah “tertangkap” oleh joki angkutan yang menggiring kami pada bis yang dijokinya. Bis itu baru terisi oleh dua ibu paruh baya yang tampaknya baru pulang belanja. Akhirnya tanpa daya melawan, kami pun naik bis tersebut. Tarif kami pada waktu itu dikenai Rp.18.000. Kata teman kami, tarifnya memang sekitar Rp.18.000-Rp.20.000 di akhir pekan. Jika di hari biasa bisa hanya sekitar Rp.15.000. Cuma ketika saya kembali ke Jakarta pada hari selasa, saya justru dikenai ongkos Rp.20.000. Saya masih kurang mengerti dasar supir menetapkan tarif ini.

Bis kol akhirnya berangkat pukul 10.52 WIB dari Terminal Baranang Siang, Bogor menuju Sukabumi. Setelah melewati Ciawi, bis melaju dengan sungguh cepat. Rasa-rasanya kecepatan menyamai pembalap internasional yang sedang berlaga di Moto GP F1! Ditambah kecepatan tersebut dilakukan pada jalur yang cukup sempit (hanya cukup dua mobil yang berdekatan!), naik turun dan penuh belokan seperti jalur nagrek. Untung saja jalur ini tidak ada jurangnya ataupun tebing. Jika ada, entah apa yang akan saya alami. Fiuhh.. membayangkan saja sudah membuat saya berkeringat! Ahahahhaha.. Daripada saya menyaksikan kengerian yang membuat saya berpikir negatif sang supir akan menabrak, saya memutuskan untuk tidur saja.

Setelah satu jam lebih, tidur saya terbangunkan oleh sang supir yang meminta kami pindah ke bis lain yang sudah diberhentikan. Ternyata bis yang tadi kami tumpangi mengalami ban bocor sehingga kami dioper ke bis yang memiliki tujuan yang sama. Bis itu sudah dipadati oleh penumpang sebelumnya dan ditambah dengan penumpang dari bis kami membuat bis sungguh penuh. Kami kedapatan kursi di samping pak supir padahal sudah ada seorang perempuan yang menempati kursi depan. Mau tidak mau, dan mesti dimuat-muati akhirnya sang supir ditemani oleh 3 perempuan di sampingnya. Ya, kursi depan yang semestinya ditempati dua orang sudah termasuk supir, saat itu kursi depan ditempati oleh empat orang sekaligus! Perjuangan yang cukup berat untuk mengunjungi seorang teman lama dan keinginan melihat ponakan yang baru.

Kami bukan saja harus bertahan desakan berempat di kursi depan, tapi kami pun sungguh-sungguh harus bertahan melihat pemandangan di depan kami! Ganti bis ternyata tidak mengganti gaya menyupir kendaraan. Sang supir juga berkendara dengan kebut-kebutan dan kali ini kami mesti menyaksikan betapa kencangnya bis kami dan betapa dekatnya jarak bis dengan kendaraan di depan kami! Owek sampai menggenggam erat lengan saya saking terkejut dan dicampur takut menabrak. Keadaan seperti itu kami alami selama hampir dua jam hingga akhirnya kamu sampai di Terminal Sukabumi yang berada di Jalan Sudirman pada pukul 14.09 WIB. Begitu turun saya langsung menghela napas sedalam dan sepanjangnya, menandakan betapa leganya saya telah tiba di Sukabumi dengan selamat! Kalau Owek, setelah turun dia mengucap “Ya Allah, Nistiiiiii.. Perjuangan men 'ngunjungi koe..” dengan ekspresi yang saya bingung deskripsikan antara kelegaan penuh syukur, penyesalan atau ketakutan. Ahahahaha.. 

Saya menyebut perjalanan kali ini adalah sebuah perjalanan persahabatan yang membuat kami menjalani sebuah perjuangan yang tak mudah demi sebuah persahabatan dan memiliki pemaknaan yang luar biasa terhadap arti sebuah pertemuan. Perjuangan dimana jarak kami hanyalah dipisahkan oleh satu batas propinsi antara propinsi DKI Jakarta dengan Propinsi Jawa Barat.

Oh iya, demi si kecil ini lah yang mendasari kami melakukan perjalanan persahabatan ini:


Kamis, 07 November 2013

Super Late Present For You, Jo!

Saya punya travelmate seorang blogger yang jauh lebih senior dari saya dan memiliki bahasa penyampaian yang baik hingga membuat saya meminta dia untuk menulis tentang saya dari sudut pandangnya. Ternyata saya duluan yang tergelitik menulis tentang dia. Hehehehehe..

@djongiskhan. Morishige. Ajo. Tiga nama panggilan namun satu sosok dengan bermacam talenta.

Awal berkenalan validitas tampangnya sungguh meragukan disebut sebagai mahasiswa UGM di salah satu jurusan science. Bayangkan saja bertemu dengan orang yang rambut gondrong awut-awutan, baju lusuh jarang diganti, sekali lihat saja langsung bisa ditebak jarang mandi sekaligus jarang keramasan, apa yang pertama kali kamu pikirkan? Could be think he is homeless guy. Cuma benar kata pepatah “don’t judge book by its cover”. Sekali berbicara, topik apapun bisa disamber, diladenin! Musik, buku, politik, sastra, sejarah, just name it. Satu sosok dengan penuh pengetahuan dan talenta. That is him.

Blogging, sudah dilakukan bertahun-tahun. Suka iseng buat lagu sesuka-sukanya. Sudah kelarin satu novel fiksi. Semakin keren ambil angel foto dan bisa pakai kamera analog. Satu kekurangannya, being jomblo. Hahahaha.. But he is rarely over thinking about that one. He said, “someday will come. No need to worry. Remember there are lot of buddy to rely on is enough” (Then day after, he told me that he worried of being single. *sorry to mention this, Jo..hahaha*).

Saya tidak pernah meragukan kemampuan mendengarnya. Kapan pun, apa pun, dimana pun saat kita SMS “wa/ym/skype dong jo” gak lama langsung ada sapaan. Semisal sinyal internet tidak mendukung, gak lama terima SMS kasih tahu. Seringnya he will make time for you whenever you need to talk. Yesss, he is that sweet! Unfortunately, he is still single. hahahaa

Banyak hal yang membuat saya terkejut dengan tingkah lakunya. Tetiba memberitahu tentang kemajuan dalam dunia menulisnya yaitu menyelesaikan novel dan adanya tawaran menjadi freelance kontributor sebuah majalah. Tetiba whatsapp “aku bikin lagu nih. Denger ya!”. Tetiba datang paket kiriman berisi kain dari Padang, padahal saya sendiri terlupa tentang permintaan ini. Tetiba mengirimkan lagu Fix you – Coldplay yang dinyanyikan sendiri, dan paling mengejutkan berhasil buat saya menangis seketika. Mungkin saat itu sedang pre menstruasi syndrome kali yaaa.. *ngeles*. Saya yakin kejutan itu masih terus berlanjut. Aku tunggu kejutan lainnya, Jo!

Ada satu kejadian yang lucu sekaligus ngenes. Kejadian di bulan Juni 2013. Saat itu saya sudah berdomisili Jakarta, diceritakan oleh teman yang masih berdomisili di Yogyakarta. Satu malam di sebuah kedai kopi, travelmates dan teman kontrakan saya sedang kumpul nongkrong. Ternyata kumpul itu punya tujuan membicarakan sebuah suprise untuk salah satu teman kontrakan saya yang akan berulang tahun. Sebuah kejutan datang saat Ajo berceletuk, “gimana sih rasanya ngomongin suprise ulang tahun orang lain padahal itu hari ulang tahunnya sendiri?” Ternyata malam itu ulang tahunnya dan tidak ada yang sadar! Mendengar cerita ini membuat saya langsung tertawa karena memang lucu akan ketidaksadaran teman-teman tentang hari itu dan membayangkan bagaimana ekspresi mereka saat dengar omongan Ajo. Saya tidak kuasa menahan ketawa bahkan saat mengetik ini. Hahahahahahaa..

Well, saya pun waktu itu melupakan hari ulang tahunnya. Cuma sengaja gak ngucapin sambil memikirkan hal lain yang bisa saya lakukan untuk menebus kelupaan saya itu. And here is your super late birthday present, Jo! Words from those who care about you:








For you: Live long and keep rock and roll, Jo!