Rabu, 04 Juni 2014

Panduan Perjalanan Ke Baduy: Catatan Waktu dan Biaya

Titik awal perjalanan diawali dari Jakarta yaitu Stasiun Tanah Abang dengan tujuan Rangkas Bitung. Pilihan jadwal pagi adalah adalah pukul 08.05, 09.30 WIB. Tiket dengan pukul 09.30 WIB sudah terpesan online dan tiba di Rangkas Bitung pukul 12.00 WIB, padahal di tiket diinformasikan waktu tiba pukul 11.03 WIB. Jadwal kereta lengkap dapat dilihat pada Gambar 1. Perjalanan tidak selesai sampai sini. Untuk mencapai Ciboleger, pintu utama Baduy, kita harus menempuh perjalanan darat lagi kurang lebih 1 jam dan hanya dapat diakses menggunakan angkutan umum dengan sistem carter. Saat ini belum ada angkutan umum dengan rute stasiun atau sekitar Rangkas Bitung ke Ciboleger yang bisa diakses setiap jam. Hanya pada sore hari dari stasiun dan pagi hari dari Ciboleger, mengikuti jam kerja pemilik angkutan yang tinggal di Ciboleger dan bekerja di Rangkas Bitung.


Gambar 1. Jadwal Kereta Tanah Abang - Rangkas Bitung di hari minggu
Sumber: http://tiket.kereta-api.co.id/, diakses 03 Juni 2014.

Jangan remehkan perjalanan 1 jam ini! Supir angkutan di Rangkas Bitung tidak jauh berbeda dengan supir metro mini di Jakarta, ditambah dengan medan perjalanan seperti di Sumatera yang berkelok dan naik turun. Tim kami pun tidak kuasa menghindari mabuk perjalanan. Hampir semua terdiam setelah 20 menit perjalanan yang diawali oleh pembicaraan heboh dengan sekali-kali dibumbui oleh canda kemudian perlahan satu per satu diam melakukan siasat masing-masing agar tidak muntah. Kenapa hampir? karena ada 1 orang yang duduk di depan supir dan rumusnya memang harus lihat ke depan untuk menghindari mabuk perjalanan.

Pukul 13.00 WIB. Sampai dengan wajah yang mulai pucat dan masih terdiam tapi ada beberapa hembusan napas lega dari beberapa orang. Lucunya, semua orang menyimpan rasa mabuknya dan berpikir hanya dirinya yang mabuk. Kami disambut oleh Kang Darman, seorang dari suku Baduy luar yang akan menjadi pemandu, dan kami segera digiring ke sebuah tempat makan untuk beristirahat sejenak. Di dalam ada seorang pria dari suku Baduy dalam yang kami kira juga sebagai konsumen tempat makan seperti kami. Kami langsung melihat menu dengan kuah hangat menjadi sasaran utama. Soto, mie instan bahkan teh hangat menjadi senjata utama kami menghilangkan rasa pusing dan mual. Perlu disarankan untuk membawa uang tunai yang sedikit berlebih untuk makan di sini karena setiap makanan dihargai dengan nilai yang terbilang tinggi. Mie instan rebus tanpa telur + seporsi nasi (lebih cocok disebut setengah porsi bila melihat porsi aslinya) dihargai Rp.20.000, misalnya.

Pukul 14.00 WIB. Perjalanan sebenarnya menuju Baduy dalam dimulai setelah melapor ke Ketua RT yang berada di desa Baduy luar. Laporan seputar jumlah pengunjung dan lama waktu kunjungan. Ada biaya retribusi yang katanya sebagai biaya administratif namun tidak tertulis jumlah pastinya. Setelah lewati perkampungan Baduy terluar, perjalanan langsung disuguhkan oleh jalanan menanjak dan pria dari rumah makan pun ikut serta dalam rombongan. Rupanya ia adalah Kang Idong, warga suku Baduy dalam dari desa Cibeo yang akan menunjukkan arah serta membantu kami menempuh perjalanan. 1,5 jam kemudian turun hujan deras. Untung perjalanan belum menempuh memasuki hutan sehingga masih menemui rumah penduduk Baduy untuk berteduh. Berteduh hampir 1 jam namun tidak ada tanda hujan akan berhenti membuat kami memutuskan untuk lanjutkan perjalanan dengan mengenakan jas hujan. Jangan terkecoh dengan langit cerah saat berangkat. Tidak ada salahnya membawa jas hujan untuk berjaga-jaga hujan mendadak seperti ini! Adanya hujan membuat perjalanan selanjutnya terasa lebih sulit karena setiap yang ditapaki akan terasa licin terutama bila tidak mengenakan sepatu atau sendal khusus mendaki. Bahkan batu kali yang tersusun rapi sebagai jalan tapak warga setempat pun seperti berubah menjadi papan seluncur. Sangat dianjurkan untuk mengenakan sepatu atau sendal khusus mendaki gunung. Tidak punya? cari yang punya dan pinjam. Jangan seperti saya yang menggunakan running shoes dan berakhir dengan terpeleset berkali-kali, hampir membahayakan diri sendiri. Pemandu lokal melihat gaya berjalan kami yang tampak ragu dan melambat akibat jalan yang licin ditambah beberapa dari kami tidak mengenakan sepatu/sendal gunung. Pemandu kemudian berinisiatif untuk meminta batang kayu yang menumpuk di rumah warga kemudian disulap menjadi trekking pole lalu dibagikan ke masing-masing. Batang kayu tersebut sangat membantu menyeimbangkan langkah saat hampir terpeleset atau membantu tubuh untuk mencegah terjatuh. Setengah jam perjalanan kemudian kami mulai memasuki hutan dan perjalanan semakin sulit karena jalanan yang ditempuh sudah didominasi oleh tanjakan curam disertai jalan setapak yang dipenuhi tanah berlumpur. Saya sangat tidak memiliki bayangan perjalanan akan penuh lumpur dan dipenuhi tanjakan curam baik naik ataupun turunnya. Kesibukan seminggu sebelum berangkat membuat saya lengah dengan tidak mencari tahu medan perjalanan dan tidak olah raga sama sekali. Tidak hanya untuk lelaki tapi juga untuk para perempuan yang ingin ke Baduy dalam, sangat saya anjurkan untuk olah raga, minimal lari/jogging paling tidak 1x 2 hari sebelum berangkat agar tubuh tidak "kaget" dengan beberapa gejala ini: mual ingin muntah, sesak, paru-paru terasa panas dan pusing.

Estimasi waktu tempuh awal diperkirakan 3-4 jam saat cuaca cerah dan tiba diperkirakan paling lambat menjelang maghrib. Estimasi tersebut mundur cukup jauh, yaitu hampir 6 jam sudah termasuk berhenti 1 jam karena hujan deras! Kami baru tiba di desa Cibeo sekitar pukul 19.30. Yap, perjalanan bisa hingga malam. Oleh karena itu, senter/head lamp sangat wajib untuk dibawa. Kita tidak pernah dapat memastikan waktu tempuh dengan berjalan kaki akan sama dengan perjalanan orang lain karena kecepatan dan daya tahan seseorang berbeda-beda. Selain itu senter/head lamp dapat digunakan saat malam karena di desa manapun di Baduy dalam tidak ada aliran listrik sama sekali. Oia, rute perjalanan kami bukan rute yang melewati desa Gajeboh yang dikenal lebih sedikit tanjakannya dan tidak terlalu curam daripada rute yang kami tempuh. Lebih tepatnya, rute yang sedikit lebih ekstrem dari jalur Gajeboh.

Saat tiba, istri pemilik rumah sudah memasakkan nasi dan sedang memasak lauk untuk makan malam. Seluruh logistik sudah sampai duluan dibawa oleh Kang Idong yang mendahului kami saat kami istirahat setelah tanjakan curam terakhir. Saya golongkan ini tanjakan terberat karena selain curam juga jaraknya lebih jauh! benar-benar butuh effort yang lebih dan tekad yang lebih besar. Saya hampir menyerah dengan beberapa kali merasa pusing dan kaki sudah gemetar tidak mampu berdiri bahkan berjalan. Untung ada Kang Idong yang berkali-kali menuntun sekaligus mencegah saya jatuh dan juga meminjamkan tenaganya saat mendaki di tanjakan terakhir. Saat itu saya merasa didorong naik Kang Idong padahal dia ada di samping saya. Orang Baduy dalam sungguh telah ditempa alam sehingga memiliki kekuatan sebesar itu. Salut!

Ternyata tuan rumah kami adalah Kang Idong dan yang memasak adalah istrinya. Tenaga begitu terkuras sehingga tidak dapat membantu pemilik rumah memasak dan juga cukup bingung dengan adat setempat, apakah memperbolehkan orang asing membantu atau memasuki dapur? Hingga akhirnya semua masakan telah matang tersedia dan waktunya makan malam bersama. Keluarga Kang Idong ikut makan bersama kecuali anaknya yang sudah tertidur. Makanan yang disajikan adalah nasi, mie instan rebus, dan ikan sarden. Sesuai dengan logistik yang kami bawa.

Selesai makan waktu sudah menunjukkan pukul 21.30, masing-masing bersiap untuk bebersih diri. Entah hanya cuci muka, ganti baju atau bilas diri. Saya sendiri memutuskan untuk bilas diri. Saya katakan berbilas karena tidak menggunakan sabun apapun yang biasa digunakan dalam ritual mandi. Walau saya bawa sabun mandi, shampoo bahkan pasta gigi tapi saya memilih menghormati peraturan masyarakat Baduy yang tidak memperbolehkan menggunakan bahan kimiawi seperti alat mandi yang biasa digunakan di kota. Saya tidak memungkiri airnya dingin tapi lebih dingin air di Pondok Salada - Papandayan. Lebih tepatnya jika disebut airnya segar sekali. Serasa semua rasa lelah terbilas bersih dan mengantar saya tidur dengan lelap hingga terbangun esoknya.

Hari senin, 26 Mei 2014 – Apa yang saya lakukan di esok harinya? jalan-jalan santai keliling desa, bermain air di kali (ini rekomendasi banget untuk dilakukan, menyegarkan dan tentram banget!), membersihkan sepatu yg penuh lumpur, menjemur pakaian yang sudah dibilas malam kemarin, hingga bicara santai di dalam rumah bersama tim dan juga keluarga Kang Idong.

Sarapan kembali disiapkan oleh Kang Idong dan Istri. Tak lama kemudian Istri Kang Idong pergi untuk aktivitas lain yaitu menumbuk padi. Lalu, Kang Idong mengajak menyiapkan masakan. Ternyata kami diperbolehkan membantu memasak. Nasi, Mie instan goreng serta telur menjadi menu utama kemudian ditambah tawaran ikan peda dan ikan asin yang menjadi menu keluarga Kang Idong. Biasanya pemandu lokal akan meminta pengunjung membawa logistik sendiri untuk dimasak selama di Baduy dan tidak jarang diminta membawa ikan asin. Masyarakat Baduy dikenal suka ikan asin tapi saat memasaknya masyarakat Baduy tidak menggunakan minyak goreng loh. Ikan asin diolah dengan cara dibakar atau diletakkan diatas penggorengan begitu saja tanpa minyak goreng. Jadi, jangan kaget bila tidak menemukan minyak di dapur. Ada baiknya kamu membawa minyak goreng sendiri dengan takaran secukupnya untuk digunakan selama kamu di Baduy. Minyak yang tersisa akan cenderung tidak digunakan masyarakat Baduy karena memiliki aturan adat tidak diperbolehkan memasak menggunakan minyak goreng.

Pukul 14.00 WIB kami pindah ke desa berikutnya, yaitu desa Cikatawarna. Tidak banyak yang kami lakukan di desa ini. Akses jalan yang tanah membuat saya kembali membersihkan sepatu yang berlumpur, membersihkan alat makan, bilas sore kemudian jalan-jalan sore keliling desa. Tuan rumah adalah sepasang muda yang baru menikah sekitar 3 tahun. Kang Sarmin adalah kepala rumah tangga dengan usia sekitar 20 tahunan, sedang sang istri bernama Arsih dengan usia menjelang 16 tahun. Saat menyiapkan makan malam, kami sudah tidak sungkan untuk membantu tuan rumah memasak. Kami membantu Arsih menyiapkan seluruh makanan untuk semua orang termasuk sang kepala rumah tangga.

Setelah makan malam, para pria melanjutkan aktivitas dengan bercanda gurau di teras rumah sedangkan para perempuan bebenah tempat untuk tidur. Tim memutuskan esok pagi akan berangkat pulang pukul 07.00 WIB, paling lambat pukul 08.00 WIB agar bisa mengejar kereta pukul 15.11 WIB. Oleh karena itu, kami mencoba tidur lebih cepat. Belum jam 22.00 WIB, semua sudah berada di dalam sleeping bag.

Hari selasa, 27 Mei 2014 – tim sudah terbangun sekitar pukul 05.00 WIB. Wudhu - shalat, beberes perlengkapan pribadi, dan memasak sarapan menjadi kegiatan utama. Sesuai rencana semalam, perjalanan pulang dimulai pukul 07.30 untuk kembali ke desa Ciboleger karena angkutan umum carteran menunggu di sana pukul 14.00 WIB.

Setelah keluar perbatasan desa Baduy dalam dan menginjak area Baduy luar, masing-masing mengeluarkan kamera dan juga menyalakan telepon genggam. Foto-foto menjadi oase perjalanan. Setiap sudut menjadi model terbaik untuk mendapatkan gambar yang bagus. Terima kasih pada masyarakat Baduy yang telah memelihara alam menjadi apa adanya.

Rute kali ini kami menemukan beberapa rumah yang agak jauh dari Cikatawarna dan tampak terpisah dari desa utama. Beberapa kali menemukan hanya ada 1-2 rumah saja, tidak bergerombol seperti layaknya pedesaan dan rumah tersebut ada pemiliknya. Beberapa kali pemandu bertegur sapa dengan pemilik rumah. Ternyata melewati desa Gajeboh menjadi rute perjalanan pulang. Rute yang jauh berbeda dari rute keberangkatan yang tidak menemukan rumah setelah melewati desa Baduy luar. Setelah beberapa jam, kami tiba di desa Ciboleger sekitar pukul 12.30-13.00 WIB. Sehingga waktu tempuh dari desa Cikatawarna dan tiba di desa Ciboleger melewati desa Gajeboh memakan waktu 5 jam. Lebih cepat dari waktu keberangkatan dikarenakan faktor cuaca yang cerah. Waktu tersebut sudah termasuk waktu berhenti untuk foto-foto. Saat berhenti untuk foto bisa terbilang lama. Sekali berhenti bisa sekitar 15 menit hingga 20 menit.

Tiba tepat waktu sesuai perkiraan awal tapi belum tentu tepat waktu mengejar jadwal kereta. Hal ini dikarenakan ritual berbelanja oleh-oleh. Tim kembali transit di warung makan yang dua hari lalu kami datangi untuk istirahat makan atau mandi. Tidak lama beberapa orang langsung mengeluarkan dompet dan pergi ke pusat hasil kerajinan Baduy luar yang berjejer rapi sebelum gerbang “selamat datang di Baduy”. Waktu berbelanja yang dihabiskan tidak tanggung-tanggung, hingga menjelang pukul 14.30 WIB dari pukul 12.30 WIB. You definitely can’t ignore power of shopping. Not only for girls, even for boys! hahaha. Sekitar pukul 15.00 WIB tim berangkat menuju stasiun. Belajar dari pengalaman, saya memilih duduk di samping supir biar tidak pusing mabuk perjalanan *egois mode: ON hahaha*. Supir kali ini agak nakal. Di tengah perjalanan, sang supir menaikkan penumpang dengan alasan ongkosnya untuk membeli rokok. Padahal statusnya kami carter angkutan tersebut, yang artinya tidak menaikkan penumpang di tengah jalan dong? Beberapa lama kemudian sang supir kembali menaikkan penumpang padahal tempat sudah terisi penuh sehingga tim menolak.

Tim tiba di stasiun Rangkas Bitung sekitar pukul 16.30 WIB. Sudah jauh terlambat dari jadwal keberangkatan kereta Kalimaya pukul 15.11 WIB. Untunglah ada jadwal kereta pukul 18.30 WIB dengan sistem penjualan tiket baru dibuka 30 menit sebelum keberangkatan. *saya lupa nama kereta maupun tujuan akhir kereta tersebut*. Tim memilih naik kereta dengan turun di Parung Panjang. Dari Parung Panjang dilanjutkan menggunakan kereta Commuter Line yang sudah terkoneksi hingga Tanah Abang. Commuter line dijadwalkan pukul 20.22 WIB dan tiba di Tanah Abang sekitar 1 jam kemudian.

Sekian catatan pengantar jika anda ingin berwisata ke Baduy. Pilihan anda untuk mengindahkan setiap saran atau anjuran atau tidak. Setiap kenyamanan seseorang berbeda-beda tapi ada baiknya untuk memperhitungkan kondisi yang dapat terjadi. Selamat menikmati alam dan kebudayaan Baduy!


---

Catatan Biaya:
Tiket keretaTanah Abang-Rangkas Bitung @ Rp.15.000 + {(carter angkutan umum Rp.550.000 + pemandu Rp.500.000 + Rumah warga (2 hari) Rp.300.000) : 9 orang}
- Angkutan umum dapat menampung hingga maks. 13 orang dengan konsekuensi berdesakan dengan tas, terutama bila tas carrier berkapasitas > 30 L. Bila menemukan angkutan umum dari stasiun menuju Ciboleger, tarifnya sebesar Rp.25.000 per orang.
- Biaya jasa pemandu bisa berbeda, tergantung jumlah orang dan waktu kunjungnya
- Biaya jasa menginap rumah ini diberikan kepada pemilik rumah yang ditinggali di Baduy dalam yaitu Cibeo dan Cikatawarna, bisa berbeda juga, tergantung jumlah orang dan waktu kunjungnya

- Biaya retribusi belum diketahui jumlah pastinya. Perjalanan kemarin dikenai Rp.5.000 per orang.

Rabu, 21 Mei 2014

Aplikasi Smartphone Wajib Install

Saya sedang merasa memiliki smartphone yang paling canggih karena bisa memenuhi semua kebutuhan saya untuk menjadi seorang perempuan yang (harus) serba bisa. Apa saja kebutuhan saya? berikut saya buat daftarnya:
1. Surel atau Email dan social media
2. Membaca dan edit file document dengan berbagai format seperti .doc, .xls, .pdf
3. Edit foto
4. Menulis ide yang suka muncul tanpa mengenal kondisi
5. Segala hal yang bisa mendukung kegiatan traveling
6. Nge-blog
7. Buku doa


Kira-kira itu garis besarnya untuk semua kebutuhan saya sehari-hari. 7 poin kebutuhan tersebut saya tumpahkan di dalam smartphone dengan system memory hanya sebesar 2 GB. Oke, saya akan berbagi aplikasi apa saja yang menurut saya bagus, keren dan lucu. Langsung saja ya. 




Gambar 1. Penampakan seluruh aplikasi smartphone wajib instal versi saya


Untuk surel, saya tetap memakai aplikasi bawaan yaitu Gmail dan Email. Saya memiliki 2 akun surel pribadi dengan basis Gmail sehingga saya daftarkan 2 surel tersebut dalam pengaturan Gmail. Selain itu, saya punya 3 surel tambahan yang juga sering saya periksa atau gunakan tapi bukan untuk kegiatan pribadi melainkan kegiatan komunitas. 2 Aplikasi ini termasuk baik karena bisa melakukan akses lebih dari 1 surel tanpa harus lakukan sign out terlebih dahulu. 


Berikutnya, untuk akses file berupa .doc, .xls maupun .pdf saya install aplikasi Kingsoft Office. Aplikasi Kingsoft Office membantu saya tidak hanya untuk mengakses file tapi juga untuk melakukan editing file yang jarang didapatkan di aplikasi lain. Selain itu, Aplikasi ini juga menyediakan fasilitas save as file dalam format .pdf. Kemana pun pergi dan tidak membawa laptop, aplikasi ini sangat membantu untuk urusan kerjaan.


Gambar 2. Kingsoft Office
Bagian kanan yang dilingkari merah tampak format save file yang tersedia pada Kingsoft Office


Saya memiliki 2 aplikasi yang recommended banget untuk masalah edit-edit foto: Snapseed dan Cymera. Snapseed ini termasuk aplikasi yang paling baik untuk mengubah segala tone warna dan corak foto. Fasilitas pun lengkap. Ada pengaturan komposisi dasar seperti brightness, contrast bahkan retrolux dengan 13 style. Minusnya aplikasi ini adalah tidak adanya fasilitas penambahan text dan tidak ada stiker sebagai aksesoris editing tambahan. Kekurangan dari Snapseed ini dapat dipenuhi di aplikasi Cymera. Bisa tambahkan tulisan dengan beberapa jenis font serta warna-warni menarik yang bisa membuat foto semakin tampak menarik. Selain itu, Cymera memiliki fasilitas "Beauty" yang bisa memperbaiki segala masalah wajah kamu dalam sekejap seperti meniruskan pipi, membuat mata tampak lebih besar, bahkan menghaluskan bekas jerawat. Tidak perlu dana yang besar dan waktu lama untuk memiliki wajah dan tipe kulit idaman yang bisa dipamerkan jadi avatar social media deh.hehehe


 Gambar 3. Snapseed

 Gambar 4. Cymera

 Gambar 5. Fasilitas Beauty dan Sticker yang ada pada Cymera
Hasil gambar juga merupakan edit-an menggunakan aplikasi yang sama



Menulis. Saya memiliki kebiasaan mudah lupa pada hal kecil dan detail. Misalnya daftar belanjaan, daftar janji dengan berbagai waktu, tempat atau kebutuhan, hal prioritas yang harus diselesaikan. Aplikasi Note dari Go Widget menjadi andalan untuk membantu mengatur segala hal kecil tersebut menjadi rapi dan terorganisir. Menariknya, aplikasi ini memiliki format yang bisa untuk menggambar. Jadi, saat bosan menunggu dan ingin iseng menulis cantik atau menggambar lucu, aplikasi ini bisa menjadi teman yang baik. Tidak perlu memiliki Galaxy*note Sam*sung juga kan? hehehe Selain itu saya juga install SomNote. Aplikasi mirip seperti Evernote. Catatan dalam sistem Cloud sehingga bisa diakses di laptop atau komputer manapun selama terkoneksi internet. Yang membuat saya lebih suka menggunakan aplikasi ini adalah adanya theme seperti buku tulis bergaris dan jenis font yang tampak seperti tulisan tangan sehingga seperti menulis di buku sungguhan. Lalu, terdapat juga fasilitas attach foto dan file di note yang sedang kamu tulis. Berguna banget buat travelwriter nih. Selesai edit foto - attach note - tulis poin penting yang ingin ditulis - edit di laptop atau pc tanpa harus koneksikan kabel data ke smartphone lalu posting di blog deh. Keren ya? :D

 Gambar 6. Jenis-jenis template untuk Note dari GO Widgets

Gambar 7. SomNote


Berikutnya, Aplikasi yang mendukung untuk segala kegiatan jalan-jalan. Ada 3 Aplikasi yang wajib ada:
1. Maps, Aplikasi ini benar-benar membantu untuk di Jakarta. Sudah 1 tahun lebih saya mengandalkan aplikasi ini untuk memandu perjalanan hingga bagian pelosok jakarta yang belum pernah saya lewati sekalipun. Cukup ketik alamat utama, misal Jl Sudirman, dan sudah ada petunjuk arah jalan. Bahkan ada opsi filter untuk menyeleksi tingkat kemacetan, jumlah traffic light, dan pilihan penggunaan jalan tol atau umum. Buat orang berkemampuan spasial buruk, saya benar-benar terselamatkan oleh aplikasi ini!
 2. Komutta. Kamu orang Jakarta tapi jarang mengakses kendaraan umum atau pendatang yang sedang berkunjung ke Jakarta dan berencana kemana-mana menggunakan bussway atau KRL? Kalau memang iya, kamu wajib banget install aplikasi satu ini. Aplikasi ini menampilkan informasi lengkap mengenai rute Trans Jakarta, KRL, bus besar bahkan nomer telepon pemanggilan Taxi. Saya sering banget menggunakan aplikasi ini sebagai panduan saat naik KRL. Informasi jadwal dan rute ter-update dan waktunya tepat. yah, paling beda 2-3 menit saja. Recommended!


Gambar 8. Komutta


3. Tiket Kereta Api. Kalau aplikasi yang satu ini mungkin sudah sering didengar ya? sudah jadi rahasia umum. Ya, kalau kamu ingin memesan tiket kereta KAI resmi, bisa melalui aplikasi ini yang kemudian sistem pembayaran melalui minimarket franchise yang tersebar dimana-mana. Sebenarnya sudah banyak aplikasi serupa seperti Tiket.com, skyscanner, dan masing-masing maskapai penerbangan. Tinggal pilih sesuai dengan kebutuhan.
4. Logbook. Saya baru banget install aplikasi Logbook. Aplikasi ini asli buatan pemuda Indonesia asal Bandung. Aplikasi ini bisa menjadi diary perjalanan kamu yang dilengkapi dengan fasilitas upload foto, budget, rute. Lalu, orang lain bisa mengakses informasi rute dan budget kamu dengan destinasi yang pernah kamu datangi. Kini, terdapat penambahan aplikasi. Logbook baru bekerjasama dengan operator wisata sehingga memudahkan kamu untuk mendaftar di open trip operator wisata tersebut. Seru!


Gambar 9. Logbook


Untuk urusan nge-blog sebenarnya sudah urusan penggunaan sesuai domain. Berhubung saya saat ini menggunakan Blogspot, jadilah ada aplikasi dengan lambang B besar dengan warna orange. Penggunaannya mudah. Tinggal ketik saja, upload lalu posting saja. Biasanya saya pakai aplikasi ini untuk mem-posting artikel namun tidak bawa laptop. Hanya untuk posting artikel yang singkat saja, misalnya puisi. Tapi tidak tertutup kemungkinan untuk posting artikel yang panjang ya :)


Gambar 10. Blogspot on Mobile


Sibuk dengan hal duniawi sering membuat saya lupa tentang hal spiritual seperti berdoa. Sebagai seorang nasrani, saya sering tidak gereja karena agak sulit menemukan gereja saat melakukan perjalanan. Bahkan saat ini di kamar saya tidak terdapat alkitab dalam bentuk buku/hardcopy. Puji Tuhannya, ada beberapa aplikasi yang bisa saya akses saat sedang traveling tanpa memusingkan harus membawa buku alkitab dan renungan yang cukup memakan tempat dan berat juga. Sebagai umat Katolik, saya mengandalkan untuk “Doa Katolik” dan “Alkitab LAI” untuk memenuhi kebutuhan ini. Saya memilih aplikasi Doa Katolik karena memiliki fitur doa-doa katolik seperti novena, devosi dan juga terdapat aplikasi renungan yang ter-update setiap harinya, namun untuk renungan harus terhubungkan dengan internet. Sedangkan untuk Alkitab LAI, sbenarnya saya masih mencari Alkitab versi Kanisius yang lebih sering digunakan oleh umat Katolik tapi saya belum menemukannya. Berhubung Alkitab ini diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, akhirnya saya jatuhkan pilihan saya pada aplikasi ini. Hanya 1 yang kurang, yaitu Puji Syukur. Semoga ada yang segera membuatnya.

Gambar 11. Doa Katolik


Oia, ada 2 tambahan rekomendasi aplikasi yaitu Clean Master dan Kalender Indonesia. Berikut penjelangan mengenaaplikasi tersebut:
1. Clean Master. Aplikasi ini berfungsi untuk menghapus junk file seperti cache dari aplikasi yang telah kamu akses. Terutama jika kamu suka men-download. Lumayan bisa membebaskan beberapa MB dan juga bisa untuk Boost Memory tanpa harus ngecek satu-satu di Storage - Settings.


Gambar 12. Clean Master


2. Kalender Indonesia. Aplikasi Calendar bawaan smartphone seringnya tidak memiliki keterangan tanggal merah atau tanggal libur nasional. Semua warna sama. Jadi kudu banget install aplikasi ini untuk mengetahui hari libur nasional tanpa harus mencari kalender rumahan atau juga tanpa harus beli kalender. Selain pengiritan juga ramah lingkungan tanpa harus beli kalender yang bentuk kertas, kaaan? hehehe Ada tambahan keuntungan juga dari Kalender Indonesia. Aplikasi juga menampilkan tanggal-tanggal peringatan tertentu seperti hari peringatan internasional maupun nasional namun tidak tercantum pada kalender nasional pada umumnya. Misalnya, hari surya, hari POM - TNI, bahkan hari korps cacat veteran Indonesia. Saya saja baru mengetahui hari peringatan tersebut sejak install aplikasi ini. hahahaha

Gambar 13. Kalender Indonesia


Oke, Sekian aplikasi-aplikasi rekomendasi versi saya. Nantikan share tips atau rekomendasi saya yang lainnya ya. Terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat.

Jumat, 16 Mei 2014

Papandayan Sebagai Perjalanan Pertama – Part II

Waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, sudah waktunya saya melangkahkan kaki menuju terminal Kampung Rambutan dimana menjadi titik kumpul saya bersama teman-teman saya. Ini adalah pengalaman pertama saya ke terminal Kampung Rambutan sehingga saya tidak mengerti posisi depan, belakang, samping terminal. Semua tampak sama. Kemudian saya dihampiri oleh Deli lalu diajak menghampiri teman yang lainnya yaitu AjoSuciRadius dan Putri. Tidak perlu berlama-lama, kami langsung menaiki bus AC Primajasa yang sudah siap berangkat. Cukup dengan Rp.20.000 sudah bisa membawa saya menuju tujuan utama yaitu Terminal Guntur dengan nyaman dan aman serta cukup membuat saya tertidur lelap. Pukul 03. 45 WIB saya terbangun dan tersadar bahwa kami sudah sampai. Langit masih gelap, udara masih sejuk namun Terminal Guntur sudah ramai oleh joki transportasi yang menawarkan jasa tumpangan bagi pendatang yang ingin mendaki ke gunung-gunung yang ada di Garut. Langkah pertama yang kami lakukan adalah kami harus menunggu satu teman yang menyusul dari Bandung, yaitu Zeni. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk mencari musholla yang berada dekat dari pos DLLAJ namun tertutup oleh jejeran kios di depannya. Begitu sampai di musholla Ajo langsung mengeluarkan trangia, air minum dan kopi kemudian membuat kopi untuk menghangatkan tubuh. Suci langsung mengeluarkan SB, matras kemudian pasang posisi nyaman untuk kembali beristirahat, memanfaatkan waktu yang ada hingga Zeni tiba diperkirakan pada pukul 7 pagi.

Menjelang jam 6 matahari sudah mulai menyapa, Radius atau yang lebih akrab dipanggil Chef mengajak saya ke pasar untuk belanja logistik sebagai bekal memasak saat pendakian nanti. Hanya dengan 10 menit saja kami tiba di pasar. Rupanya sangat dekat, pantesan teman-teman saya tidak terlalu memusingkan perihal belanja logistik saat di Jakarta. Maklum, pendakian pertama. Jadi kurang paham dengan strategi maupun tips persiapan. Selesai belanja, kami langsung kembali ke musholla. Ternyata Zeni sudah tiba plus sedang santai menikmati kopi hangat buatan Ajo. Kami masih saja bersantai, bercanda sejenak, hitung-hitung untuk membentuk keakraban karena teknisnya kami belum saling mengenal. Saya kenal Ajo, Suci, Deli tapi tidak kenal Radius, Putri, Zeni. Suci kenal Radius tapi tidak kenal Putri dan Zeni. Radius dan Putri adalah kakak adik yang tidak mengenal Zeni. Sedangkan Zeni, Deli, Ajo sudah saling kenal saat pendakian mereka ke Gn. Gede. Untunglah masing-masing sudah biasa melakukan perjalanan yang mengasah kemampuan sosialisasi dan beradaptasi dengan cepat sehingga tidak perlu waktu lama untuk menghilangkan kecanggungan selayaknya orang baru kenalan. 

Keasikan bincang santai membuat kami tidak sadar waktu telah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Waktunya untuk merapikan segala perlengkapan dan mencari kendaraan umum kecil untuk membawa kami ke desa terdekat Gn. Papandayan. Ajakan setengah paksa oleh para calo di Terminal Guntur menandai awal perjalanan kami yang sesungguhnya. Sempat terjadi sedikit ketidak-ramahan yang dilakukan oleh calo dan supir angkutan umum. Untuk cerita lengkapnya bisa dibaca di blog Chef, sila klik link ini: http://www.rotatingscout.com/expedition-de-papandayan-part-1/. Sangat disayangkan dengan adanya kejadian ini tapi saya juga tidak dapat menyalahkan karena motif utama calo dan supir demi urusan perut semata. Bapak saya pernah berucap, hal yang paling kejam di dunia ini adalah urusan perut. Ada benarnya, demi mengisi kekosongan perut seseorang bisa melakukan apapun. Termasuk melakukan pemaksaan seperti calo dan supir angkutan ini. Oke, kita lanjut saja ya. Selalu ada maksud dibalik setiap peristiwa. Hal itu berlaku juga pada kejadian tersebut. Terdapat 4 penumpang yang menaiki angkutan umum yang sama ternyata memiliki tujuan yang sama, Gn. Papandayan. Perjalanan angkutan umum ini memakan waktu (sepertinya) tidak lebih dari 1 jam. *maap, agak lupa bagian ini :p* Tiba di desa terdekat kaki Gn. Papandayan, perut saya sudah mulai protes keroncongan tapi kami harus mencari kendaraan pick up untuk menyambung menuju pos pertama Gn. Papandayan. Zeni langsung menghampiri supir-supir yang sedang standby menunggu calon-calon pendaki dengan tujuan ingin bernegosiasi harga sewa. Tak lama Zeni kembali melaporkan hasilnya bahwa tarif harga sewa pick up dipatok seharga Rp.200.000, tidak bisa kurang sedikitpun dan berapapun jumlah penumpangnya. Ternyata hal ini pun yang didapatkan oleh 4 penumpang yang bersama kami dari Terminal Guntur. Singkatnya, 4 penumpang tersebut memutuskan untuk bergabung dengan tim kami menyewa pick up dengan alasan paling luhur dalam perjalanan: agar murah. Sehingga tim kami bertotal 11 orang. Kata orang, semakin ramai semakin seru. Saya setuju. Yeay! Makin rame. Perjalanan pun kami lanjutkan tapi kali ini terdapat sensasi yang lebih aduhai. Duduk manis di bak belakang tanpa penutup apapun, berjejelan 10 penumpang (yang satu duduk di depan, samping pak supir) dan harus berbagi tempat seperempatnya dengan tas-tas besar kami, cuaca semakin terik ditambah harus berhadapan dengan jalanan yang tidak rata sehingga seringkali memacu adrenalin dengan perasaan terbang atau terpental ke sana kemari. Benar-benar aduhai, terutama di bagian bokong, coy! kalau saat itu Ajo tanya, saya akan menjawab: LUAR BIASAAAA. hahaha

Dalam waktu kurang lebih 1 jam saja udara terasa semakin segar, rumah penduduk semakin jarang dan tampak sebuah pos kecil yang dikelilingi pohon-pohon rindang. Oh rupanya sudah sampai di Cisurupan, pintu masuk Gn. Papandayan. Deli dan Geri langsung berinisiatif turun menuju pos untuk lapor dan mengurus Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI). Prosesnya sebentar, mungkin tidak sampai 10 menit hingga kendaraan diijinkan masuk dan memarkirkan kendaraan untuk kemudian menurunkan kami serta tas-tas kami.

Puji Tuhan, ada warung makanan di pos pertama ini! Terkadang kesederhanaan terasa sangat mewah saat kamu benar-benar membutuhkannya. Sama dengan menu warung ini. Mie instan ataupun nasi goreng terasa seperti makanan cafe terkenal ketika perut memberontak kelaparan namun hanya tersaji menu apa adanya. Selesai menurunkan tas dan merapikan ala kadarnya, tanpa komando saya langsung menghampiri warung makan. Saat itu saya sedang lakukan puasa nasi membuat saya harus puas dengan mie instan rebus ditambah gorengan. Habis sudah makanan dan minuman, wajah sudah kembali berseri, perut sudah kembali damai aman tentram. Waktunya beres-beres diri dengan cuci muka atau urusan kamar kecil dan juga siap-siap untuk .... foto-foto!


(Sumber Foto: Chef Radius)

Perut kenyang. Wajah sudah segar. Tubuh sudah kembali bertenaga. Foto pun sudah. Waktunya berangkat! Eits, doa bersama sejenak dahulu agar perjalanan dapat berjalan dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Oke, doa selesai. Kami segera angkat tas dan mulai melakukan pendakian. Saat memulai, saya kembali terpikir informasi mengenai kejadian yang dapat terjadi selama perjalanan. Ada yang mengatakan pikiran harus bersih, tidak berkata kasar, serta melangkah dan bernafas dengan teratur atau.. bisa tersasar, terpisah dan terburuknya kondisi tubuh turun drastis. Menyeramkan bukan? Jadi, perjalanan saya selalu usahakan untuk bernapas teratur dan melangkah dengan kecepatan yang stabil. Well, berkat Ajo juga yang bicara "Kita jalannya nyantai aja. Kalo capek, pengen istirahat ngomong, ya! Jangan ditahan atau dikuatin". Rupanya dia sudah sangat paham bagaimana pola sikap dan pikiran orang yang baru pertama kali naik gunung. Walau dibilang untuk santai saya tetap memutuskan untuk menjaga dinamika langkah dan atur napas agar saya tidak memberatkan teman yang lain jika terjadi sesuatu dengan pernapasan saya serta tidak ingin melambatkan langkah atau terlalu sering berhenti agar tidak kesorean untuk mencapai pondok salada.

Tapi tetap saja keindahan alam itu perlu dinikmati bahkan saat berjalan. Pemandangan batu-batu belerang dan aroma tajam khas belerang menjadi suguhan pengalaman pertama ini. Pengalaman yang menarik dan indah. Kaki terus melangkah tanpa melihat jam, hanya melihat ke depan atau ke samping menikmati setiap sudut ciptaan Sang Kuasa. Bukit belerang perlahan berada di belakang pundak dan mata mulai dimanjakan oleh bukit dengan didominasi pohon-pohon pinus maupun cemara. Hanya 1 hal yang tidak berubah pada siang itu: langit biru dengan awan putih. Cuaca saat itu tampak menyemangati saya untuk terus berjalan hingga entah sudah berapa jam kaki terus melangkah, entah sudah berapa bukit yang telah dilewati. Jalan setapak dengan menanjak, menurun, berbelok sungguh tidak berasa saat dijalani sambil cerita atau curhat. Yap, kebiasaan cewek bergosip atau curhat bisa dilakukan dimana saja, termasuk saat mendaki gunung! hahahaha.. Beneran loh, tidak terasa hingga akhirnya menemukan tanah landai yang luas dan ternyata ada tulisan Pondok Selada. Batinku sontak bergembira "Yeay! Sampai juga! Aku berhasil tahap pertama!". Seneng banget bisa naik tanpa terjadi hal-hal yang saya khawatirkan beberapa hari ini. Terima kasih atas 2x jogging dan tidur yang cukup :D

Teman-teman yang pria langsung mencari posisi untuk mendirikan kemah dan menetapkan pilihan pada satu sudut dengan dikelilingi pohon dan rumput. Oh no! saya langsung paranoid kalau akan ada ular saat tidur nanti malam. Kemudian saya dengar teman saya bicara "iya, di situ aja biar nanti malam anginnya gak kenceng. Jadi gak dingin banget". oh.. begitu pertimbangannya. Berhubung saya orangnya tidak tahan suhu dingin, akhirnya saya terima saja keputusan mereka. Toh mereka sudah lebih berpengalaman. Perlengkapan tenda dan masak pun dikeluarkan. Para pria mulai berbagi tugas. Ada yang mendirikan tenda, ada yang mencari kayu kering untuk dibakar, ada yang mulai masak. Perempuannya? duduk manis saja. hahaha.. Memang benar kata orang, saat di gunung perempuan itu diperlakukan bak ratu oleh teman perjalanannya. Saya sudah terlalu lapar untuk duduk diam tapi chef Radius terlalu asyik memasak untuk diganggu. Saya putuskan membantu para pria mendirikan tenda saja dan ambil bagian termudah saja, yaitu menancapkan tiang pancang! Keren, kaaan? hahaha.. Tapi pendirian tenda tidak semulus penancapan tiang pancang. Ternyata ada beberapa frame tenda yang tidak sama sehingga menyebabkan tenda tidak dapat berdiri tegak. Deli berusaha mengakali ketimpangan frame tersebut dengan tukar menukar posisi dan akhirnya berhasil! Keren! Makin keren lagi, tenda tersebut buat perempuan terlebih dahulu. *tetiba muncul mahkota di atas kepala.hihihi* Tidak lama kemudian mulai gerimis dan kami mulai panik memasukkan tas-tas ke 2 tenda yang berhasil didirikan: tenda perempuan dan tenda minimalis Ajo yg daya tampung 2 orang. Para pria kembali mendirikan tenda 1 lagi. Tenda satu-satunya yang harus didirikan sebelum hujan lebat karena daya tampung 2 tenda hanya berkapasitas 8 orang sedangkan kami sejumlah 11 orang ditambah 11 tas berkapasitas 30 liter ke atas. Tidak akan muat untuk semua. Hal tersebut membuat pria berjibaku dengan gerimis yang mulai membesar. Sedang kami yang perempuan memutuskan untuk mulai memasak dengan bahan apapun yang ada di dalam tas yang bisa menghangatkan tubuh. Syukurlah ada Mie instant dan kopi. Walau seadanya tapi cukup untuk membuat tubuh hangat agar tidak kram perut. Kira-kira setengah jam tenda sudah berhasil didirikan dan masakan chef sudah jadi termasuk dengan minuman hangat.


Hujan yang lebat mengharuskan kami melakukan apapun di dalam tenda, termasuk makan bersama. Masakan Chef Radius dioper ke tenda kami kemudian kami semua berkumpul di satu tenda. 11 orang di dalam 1 tenda berkapasitas 6 orang. Mau tahu bentukan kami bagaimana? seperti duduk di mikrolet yang 6 orang tapi dipaksa jadi 7 orang. Posisi maju, mundur jadi trik handal. Tidak soal posisi saja yang kami alami namun juga perlengkapan makanan bersih yang minim. Air hujan dicampur rintikan air tanah mengotori sebagian perlengkapan makan kami sehingga mengharuskan kami untuk menggilirkan nesting, dan sendoknya juga. Keadaan perut yang lapar membuat kami tidak memperdulikan mengenai kebersihan diri. Langsung tancappp, yang penting perut kenyang dan badan kembali hangat. Tidak perlu memakan waktu yang lama untuk menghabiskan semua makanan yang ada. Syukurnya, setelah makanan habis semua, hujan mulai reda. Selesai makan, para pria mulai keluar tenda kami dan kami putuskan untuk istirahat saja. Saya teringat nasihat teman sebelum berangkat untuk mengganti pakaian sebelum tidur agar tubuh hangat. Saya lakukan hal tersebut. Wah benar kata mereka, tubuh menjadi hangat. Begitu hujan reda, saya keluar tenda. Teman-teman sedang menyalakan api tapi tidak unggun karena apinya hanya kecil akibat kayu yang basah oleh hujan. Ngobrol, bercanda tidak jelas menjadi agenda utama sambil menghangatkan tubuh. Setelah menghabiskan banyak spiritus namun tetap tidak membuat api menjadi unggun, kami putuskan untuk beristirahat saja biar besok bisa lanjutkan perjalanan ke puncak. Sebelum tertidur, saya kembali mengingat pengalaman mendaki pertama yang sudah saya lewati. Hati terasa senang dan bersyukur mengingat saya bisa melawan segala pikiran pesimis akan diri sendiri. Senang dan bersyukur bahwa saya bisa mendaki tanpa mengalami kendala yang berarti. Senang bahwa persiapan jogging dan tidur cukup saya bisa membawa saya sampai pondok selada. Terima kasih Ajo buat tipsnya dan juga teman-teman yang sudah meminjamkan perlengkapannya. Aku seneng!

Minggu, 16 Maret 2014

Di Balik Rasa Kesal

Kemarin pagi, saya memulai hari dengan rasa kesal. Saya kesal karena motor kesayangan tidak mau hidup walau sudah coba di-engkol berkali-kali. Hal yang membuat saya kesal adalah saat sudah membuat janji dengan orang banyak kemudian saya mengatur waktu sedemikian rupa namun ada hal yang membuat perhitungan saya meleset karena munculnya suatu hal yang tidak saya perhitungkan. Jadi permasalahan utamanya adalah saya tidak dapat mewujudkan hal sesuai dengan ekspektasi saya. Itu menjadi masalah buat saya.

Misal, saya membuat janji jam 9 pagi di Jakarta Kota. Saya sudah membuat perhitungan akan bangun jam 7 pagi, mandi dan berdandan sekitar 30 menit kemudian sampai di stasiun jam 8 dan akan memakan waktu 30 menit perjalanan via kereta lalu 15 menit berjalan kaki hingga tempat tujuan dan saya masih mempunyai 15 menit untuk istirahat sebentar. Perhitungan nyaris berjalan baik namun kejadian motor itu menahan saya hingga jam 8 saya masih di rumah dan harus melakukan perjalanan dengan kendaraan umum. Belum lagi saya harus berjalan kaki sekitar 10 menit untuk dapat menemui kendaraan umum. Rasanya kesal itu hingga ubun-ubun.

Selama berjalan kaki itu, napas berderu sangat cepat ditambah terpacu oleh emosi kesal. Begitu sadar napas tidak beraturan disertai dengan pikiran penuh dengan ide jelek dipenuhi dengan kata sumpah serapah, membuat saya memelankan langkah kaki, tarik napas dalam dan hembuskan perlahan hingga akhirnya saya mendapatkan kendaraan umum. Di dalam kendaraan umum pun akhirnya napas saya berangsur teratur. Hembusan angin sangat menyejukkan, bahkan cukup kencang hingga akhirnya membuat rambut berantakan padahal sedang dikuncir kuda.Hembusan angin selalu berhasil membuat emosi saya menjadi tenang.

Duduk tenang, merasakan setiap angin yang menyentuh kulit, melihat pemandangan jendela yang berganti dengan cukup cepat membuat saya berpikir dengan lebih jernih. Saya selalu percaya akan teori: ada sebuah alasan dibalik suatu peristiwa. Begitu juga dengan kejadian yang saya alami. Apa alasannya? Saya dapat merasakan kembali pengalaman menggunakan kendaraan umum, hanya duduk diam sambil menikmati kesejukan angin jendela, tidak perlu memusingkan rute perjalanan, tidak harus menghadapi rasa kesal oleh gaya menyetir ugal-ugalan kendaraan umum. Tentu saja karena saya sedang berada di dalam kendaraan yang biasa membuat kesal.

Terbiasa menggunakan kendaraan pribadi hingga sampai tujuan membuat saya melupakan rasa pengalaman yang pernah saya alami hampir 2/3 hidup saya. Pengalaman nyamannya menjadi penumpang. Kali ini bertambah lagi satu pengalaman saya yang mendukung teori: ada sebuah alasan di balik suatu peristiwa. Sederhana ya? Memang. Ada yang salah dengan kesederhanaan ini? Menurut saya, menjalani hidup perlu adanya kesederhanaan untuk menjaga ego agar tidak melambung terlampau tinggi hingga akhirnya saat terjatuh kamu tidak merasakan sakit yang terlalu dalam.


Itu alasan dibalik peristiwa saya. bagaimana dengan kamu?

Jumat, 28 Februari 2014

Kisah (Berlebihan) Saya Mengenai Kegemaran Membaca Buku

Sudah lama saya tidak posting tulisan di blog ini. Selain memang sedang tidak memiliki cerita karena sedang tidak melakukan perjalanan, juga sedang tidak memiliki waktu karena sedang memiliki kegiatan baru. Kegiatan yang menurut saya seru karena ini adalah kegiatan yang baru dan sesuai dengan hobi saya. Saya akan bercerita sedikit tentang hobi ini deh.

Saya memiliki kegemaran membaca buku. Kegemaran ini saya dapatkan sejak kecil berkat mama saya yang sering mengajak anak-anaknya ke toko buku yang diawali dengan sekedar membeli buku tulis menjelang tahun ajaran baru sekolah. Setelah itu, mama saya semakin sering mengajak anak-anaknya ke toko buku di hari libur sekolah. Yah, karena kesibukan ayah saya yang jarang memiliki kesempatan mengajak kami berlibur ke tempat wisata namun kami terlalu aktif di rumah sehingga mama saya lebih memilih kami keluyuran di toko buku dari pada keluyuran di sekitar lingkungan rumah yang tidak dapat awasi tingkah kami.

Dahulu saya memang sangat aktif sekali bermain di sekitar rumah. Sering mama saya menyuruh saya dan adik saya tidur siang namun dengan diam-diam kami menyelinap ke luar rumah dan bermain, bisa sampai ke RW sebelahnya sebelah.ahahaha. Oleh karena itu, mama saya lebih suka membawa kami ke toko buku karena kami dapat dengan mudahnya di temukan di bagian buku anak. Lalu setelah sampai rumah, saya masih asyik dengan buku atau barang baru yang kami beli hingga beberapa hari tidak bermain keluar rumah. Saat di toko buku, kami bisa menghabiskan waktu berjam-jam tanpa kami sadari. Biasanya tiba di toko buku siang dan baru pulang menjelang malam. Mungkin karena melihat sikap saya itu makanya orangtua saya jadi lebih sering mengajak anaknya ke toko buku saat libur singkat daripada mengajak kami ke tempat wisata.

Kemudian saat saya sudah lebih mandiri bepergian keluar rumah tanpa ditemani orang dewasa, yaitu SMP, kegiatan ke toko buku menjadi salah satu kegiatan favorit saya. Bersekolah di Cawang dengan akses dua kali ganti angkutan umum tidak mematahkan semangat saya untuk sering menghampiri toko buku yang berada di Matraman. Bahkan jika saya bermain ke Mall mana pun bersama teman sekolah, saya sempatkan diri untuk menghampiri toko buku walaupun tidak membeli apa pun. Rasanya berada di antara buku-buku itu saja sudah senang tanpa harus membawa pulang satu pun.

Beruntungnya, saya dikelilingi lingkungan yang juga mendukung saya menggemari buku bacaan. Sejak SD, sekolah saya memiliki perpustakaan dengan pilihan buku cerita anak yang cukup banyak.Pernah terlambat masuk kelas karena keasikan membaca buku di perpustakaan, tidak mendengar bel masuk.hehehe Lalu sekolah SMP saya pun memiliki perpustakaan dengan koleksi buku yang beragam dari novel, komik baik Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris. Ditambah dengan teman-teman SMP yang juga memiliki hobi yang sama, membaca buku. Kami sering membawa buku bacaan tersebut ke sekolah lalu bertukar buku bacaan jika sudah selesai membaca. Teman-teman saya juga sering mengajak saya ke toko buku dan sama-sama memiliki keinginan menghampiri toko buku saat kami sedang pergi bersama ke Mall di daerah Kelapa Gading. Kegiatan seperti itu berlanjut hingga saya SMA. Walau saya tidak bersama dengan teman-teman SMP, namun teman-teman SMA saya pun memiliki kebiasaan yang tidak berbeda dengan teman SMP saya. Gemar membaca buku dan mampir ke toko buku bila sedang di Mall.

Jika membicarakan koleksi buku saya, mungkin saya sudah memiliki ribuan buku jika saya masih menyimpan baik-baik buku yang pernah saya beli. Tapi namanya juga anak kecil, terkadang membawa barang pergi namun tidak membawanya pulang. Saya suka meminjamkan buku ke teman atau saudara namun buku tersebut tidak kembali. Tidak jarang juga buku tersebut dibawa pulang ke rumah saudara tanpa saya ketahui. Kehilangan terbesar saya saat saya harus kuliah di luar kota. Saya tidak dapat membawa dan juga tidak dapat mengawasi buku koleksi saya.

Setelah beberapa bulan kuliah dan saat liburan, saya sempatkan pulang ke Jakarta. Saat tiba di rumah, saya dikejutkan dengan lemari saya yang digunakan adik saya dan buku-buku saya sudah terikat rapi di gudang. Selain itu, buku-buku saya mencar kemana-mana membuat saya marah hebat ke bapak saya yang merapikan buku-buku itu. Setelah itu, saya coba mengumpulkan kembali buku-buku saya dan kembali menambah koleksi. Namun di tahun 2012, Bapak saya kembali membuat saya marah besar. Bapak saya merapikan buku-buku saya lagi, dengan diikat-ikat lagi dan bawa ke kantornya. Hingga sekarang saya tidak tahu keberadaan koleksi buku saya itu. Sejak itu, saya jarang membeli buku dan sekarang koleksi saya hanya satu lemari dengan tiga tingkat saya dengan lebar sekitar 2 meter. Sedih rasanya jika mengingat keteledoran saya menyimpan buku koleksi saya. Jika dikumpulkan, tampaknya saya bisa menghiasi satu sisi dinding kamar saya. hahh,saya membayangkan sedang menatap koleksi buku saya sehingga tertidur lelap dengan senyuman dan bermimpi indah.

Terlalu berlebihan ya? Well, namanya juga kegemaran. Apapun jenis kegemarannya, pasti kita akan memberikan usaha yang lebih agar bisa melakukan atau mewujudkan kegemaran kita kan? Itulah kisah berlebihan saya tentang kegemaran membaca buku. Bagaimana dengan kisah kamu?

Senin, 13 Januari 2014

Blusukan di Petak Sembilan - Glodok, Jakarta

Jika berkunjung ke daerah Kota Tua, Jakarta, Tampaknya belum lengkap rasanya jika tidak berkunjung ke Petak Sembilan yang terletak di kawasan Glodok. Dahulu di kawasan Glodok ada semacam waduk penampungan air kali Ciliwung.Glodok berasal dari kata grojok sebagai bunyi dari air yang jatuh dari penampungan air tersebut. Orang Tionghoa dan keturuan tionghoa menyebutnya dengan Glodok karena sulit mengucapkan kata grojok layaknya orang pribumi.

Sebelum masa kekuasaan Belanda, Glodok sudah didiami oleh orang Tionghoa. Kemudian di tahun 1740 terjadi pemberontakan kaum Tionghoa dengan pemerintahan Belanda sebagai bentuk protes terhadap pajak yang dikenakan yang sangat tinggi. Namun, pemberontakan kaum Tionghoa terkalahkan dan menyebabkan kaum Tionghoa diusir dari dalam tembok kota dan mendiami kawasan Glodok sehingga kemudian kawasan ini menjadi pusat perkampungan kaum Tionghoa. Sejak itu Glodok berubah menjadi Pecinan dan sebagai pusat perdagangan. Petak Sembilan berada agak sedikit ke dalam, tepatnya di belakang Pasar Pagi Glodok.

Terdapat banyak “harta karun” yang berada di Petak Sembilan. Mari kita telusuri harta apa saja yang ada. Mari mulai perjalanan dari Halte Busway Olimo kemudian menyeberang ke arah barat, memasuki gang Jl Kemurnian. Sebuah gerbang tinggi menghiasi depan gang jalan tersebut. Saat masuk lebih dalam lagi terlihat deretan rumah yang berjejer rapat dengan teralis tinggi menghiasi seluruh rumah. Bahkan teralis tersebut sengaja dipasang hingga lantai dua.


Adanya teralis pada rumah-rumah yang berada di kawasan Glodok memang sengaja dipasang dengan tinggi hingga mencapai langit-langit bahkan tidak sedikit yang memasang hingga menutupi lantai atas. Teralis tersebut dipasang perkiraan saat kerusuhan pada Mei 1998 dimana kaum Tionghoa menjadi target kekerasan pada masa itu. Sehingga pemasangan dilakukan dengan tujuan perlindungan diri terhadap segala jenis kekerasan hingga perusakan atau penjarahan oleh warga sekitar.

Lurus saja susuri Jl Kemurnian tersebut hingga penghujung jalan yang bercabang kiri dan kanan. Saya menyebut pertigaan tersebut sebagai Triangle of Life. Di belakang saya terdapat nuansa kewaspadaan dengan teralis yang menjunjung tinggi pada setiap rumah. Kemudian saat menoleh sebelah kanan, terdapat sebuah keramaian pasar. Saat menoleh ke kiri, terdapat sebuah Vihara.  Belakang nuansa terasa mencekam layaknya berada di bibir neraka, kanan terasa ramai dengan khidupan seperti di bumi, lalu di kiri terasa damai dengan nirvana sebagai penyejuk hati.itu lah yang saya rasakan ketika berada persis di ujung persimpangan gang. Perasaan yang unik

Dari persimpangan inilah perjalanan kita dimulai. Ada banyak hal menarik di kawasan Petak Sembilan ini. Berikut diantaranya:
a.        Vihara Dharma Bhakti
Ada sebuah vihara terbesar di Jakarta yaitu Vihara Dharma Bhakti. Pada vihara ini terdapat tiga Klenteng yaitu Klenteng Hui Ze Miao, Di Cang Wang Miao dan Xuan Tan Gong (Vihara Dharma Bhakti) yang tergabung menjadi satu kompleks bangunan. Vihara ini dibangun pada sekitar tahun 1650 oleh Letnan Quo Xun Guan dan diselesaikan pada tahun 1669 oleh Kapten Guo Jun Guan kemudian diberi nama Guan Yin Ting.  Tahun 1755 nama berubah menjadi Jin De Yuan, diberikan oleh Kapen Huang Shi Lao. Masyarakat sekitar juga menyebutnya dengan nama Kim Tek I. Banyak orang yang menggantungkan hidupnya di klenteng ini. Saat memasuki gerbang utama, pengunjung langsung disambut oleh pemandangan anak kecil serta orangtua hanya duduk di dalam kompleks vihara. Mereka adalah para gepeng yang mengandalkan belas kasih berupa receh yang diberikan oleh peziarah vihara. Pada bagian tengah Vihara Dharma Bhakti terdapat gazebo kecil untuk tempat membakar dupa dalam bentuk atap segi delapan yang merupakan lambang Pat-Kua atau delapan arah mata angin, dengan ukiran patung naga pada setiap ujung-ujungnya. Pada ujung atap terdapat cungkup berbentuk bunga lotus.



b.        Pasar Pecinan
Pasar yang terletak di belakang Vihara Dharma Bhakti bisa dibilang bukan pasar biasa. Jika menyelusuri dan berbelanja di pasar ini, akan banyak ditemukan bahan-bahan masak yang digunakan dalam masakan khas Tionghoa seperti katak, baik yang terikat masih hidup atau yang sudah direbus dan dikuliti, bulus, aneka jamur, dan masih banyak lagi bahan yang tidak dijual di pasar tradisional lainnya. Selain bahan masak, juga terdapat toko jual barang kebutuhan ziarah, perlengkapan doa serta penjual kertas angpao yang didominasi dengan warna merah. Dengan adanya jejeran toko ini membuat nuansa oriental semakin kental. Nuansa akan semakin meriah saat menjelang perayaan Imlek dengan penuh ornamen-ornamen Imlek.



c.         Gereja St Maria De Fatimah
Saat memasuki lebih dalam ke arah barat pasar, ada sebuah gereja dengan nama Gereja St Maria De Fatimah. Gereja terletak di sebelah SMA Ricci.Gereja ini menjadi hal yang unik karena adanya nuansa budaya Tionghoa yang menghiasi eksterior maupun interior gereja. Saat lihat dari luar, langsung dapat menangkap nuansa oriental dari warna merah yang menghiasi tiang dan pintu maupun jendela. Juga terdapat tulisan mandarin di atas atap. Saya mendapat informasi bahwa keadaan di dalam didominasi dengan kayu besar seperti terdapat dalam vihara. Sayangnya waktu itu pintu dalam keadaan tertutup, sedang tidak ada ibadah misa.


d.        Kuliner
Jika anda pecinta kuliner, Petak Sembilan adalah surga kecilnya perkulineran. Kuliner yang beraneka ragam dari makanan khas Tionghoa, hingga makanan tradisional Jakarta. Makanan didominasi oleh makanan non-halal yang mengandung babi, namun juga ada makanan halal. Surga kecil itu tepatnya bernama Gang Gloria. Gang gloria merupakan gang petak lima yang terletak tidak jauh dari pasar. Sebuah kios kecil yang menjual bakso besar serta cemilan seperti sate, Bak Cang serta tulisan nasi campur adalah ciri utama gang tersebut. Berikut adalah makanan yang terdapat di Gang Gloria:
-    Nasi campur, nasi hainam, babi panggang, babi panggang merah, sate babi. Tempat makan berupa kios kecil dengan bangku dipan yang berjejer di kiri dan kanan. Juga ada banyak gerobak dengan tulisan sekba dan pioh. Sekba merupakan makanan yang berisi jeroan babi dimasak dengan black soy sauce sehingga kuahnya coklat kental dengan sayur sawi asin. Sedangkan pioh adalah bahan utamanya adalah telur bulus. Bisa dibilang, Gang Gloria sangat terkenal dengan makanan serba-serbi babi.
-     Jika masuk ke dalam lagi terdapat warung kopi Tak Kie yang sudah ada dari tahun 1927. Kedai kopi ini buka mulai pukul 06.30 WIB hingga 14.00 WIB. Minuman yang khas adalah Es Kopi Tak Kie dengan harga hanya Rp.10.000 per gelasnya. Kopi ini sangat terkenal dengan racikannya yang mencampur berbagai jenis kopi seperti kopi Robusta maupun Arabika dari Lampung, Toraja, hingga Sidikalang.  namun kandungan kafeinnya rendah sehingga aman bagi lambung untuk penderita maag dan tidak menyebabkan jantung berdebar bagi yang tidak biasa konsumsi kopi. Kini pemilik telah mempunyai menu baru yaitu Kopi Tak-Tak. Berbeda dengan Es Kopi Tak Kie, untuk Kopi Tak-Tak memiliki khas aroma kopi yang kuat sehingga dapat menyebabkan jantung berdebar dan meningkatkan asam lambung bagi penderita maag. Kopi Tak-Tak ini diberi harga Rp.15.000 per gelasnya.
-    Tidak jauh dari warung kopi Tak Kie, terdapat Soto Betawi A Fung yang mulai berdagang sejak tahun 1982. Nama A Fung diambil dari nama pemiliknya yaitu Ho Tjiang Fung. Walau namanya menggunakan nama Tionghoa namun untuk makanan ini tidak mengandung babi. Jadi aman dikonsumsi bagi teman-teman muslim. Jika dilihat daftar menunya, soto betawi A Fung tidak berbeda dengan soto betawi lainnya yang menawarkan daging sapi, babat maupun campur. Namun jika cicipi baru terasa uniknya soto ini. Potongan isi yang cukup besar dan lembut serta rasa kuah yang khas membuat kolaborasi yang nikmat.
-   Ada lagi menu yang aman dicoba oleh teman muslim, yaitu rujak juhi. Di depan Soto Betawi A Fung terdapat gerobak Rujak Juhi dengan bapak paruh baya yang penuh senyum. Rujak Juhi merupakan makanan khas Betawi yang terdiri dari kentang, mie basah, ketimun, kol, selada serta dengan irisan cumi yang dikeringkan yang ditaruh paling atas kemudian disiram oleh bumbu kacang dan dilengkapi oleh kerupuk mie kuning dan emping. Sekilas isian mirip dengan gado-gado namun yang membedakan adalah irisan cumi yang memberikan aroma rasa yang berbeda dari gado-gado. Dengan harga Rp.18.000 sudah mendapatkan seporsi makanan yang bergizi lengkap yang dapat menjadi pilihan bagi teman muslim.

Rabu, 01 Januari 2014

1 Januari 2014

Sudah memasuki 1 Januari 2014.

Apa pun resolusi, harapan, mimpi di tahun 2014 semoga tercapai!

Tetap semangat. Terus positif. Selalu menjadi diri sendiri.


SELAMAT TAHUN BARU!