Kemarin pagi, saya memulai hari dengan rasa kesal. Saya kesal
karena motor kesayangan tidak mau hidup walau sudah coba di-engkol berkali-kali. Hal yang membuat
saya kesal adalah saat sudah membuat janji dengan orang banyak kemudian saya mengatur
waktu sedemikian rupa namun ada hal yang membuat perhitungan saya meleset
karena munculnya suatu hal yang tidak saya perhitungkan. Jadi permasalahan
utamanya adalah saya tidak dapat mewujudkan hal sesuai dengan ekspektasi saya. Itu
menjadi masalah buat saya.
Misal, saya membuat janji jam 9 pagi di Jakarta Kota. Saya
sudah membuat perhitungan akan bangun jam 7 pagi, mandi dan berdandan sekitar
30 menit kemudian sampai di stasiun jam 8 dan akan memakan waktu 30 menit perjalanan
via kereta lalu 15 menit berjalan kaki hingga tempat tujuan dan saya masih
mempunyai 15 menit untuk istirahat sebentar. Perhitungan nyaris berjalan baik
namun kejadian motor itu menahan saya hingga jam 8 saya masih di rumah dan
harus melakukan perjalanan dengan kendaraan umum. Belum lagi saya harus
berjalan kaki sekitar 10 menit untuk dapat menemui kendaraan umum. Rasanya kesal
itu hingga ubun-ubun.
Selama berjalan kaki itu, napas berderu sangat cepat
ditambah terpacu oleh emosi kesal. Begitu sadar napas tidak beraturan disertai
dengan pikiran penuh dengan ide jelek dipenuhi dengan kata sumpah serapah,
membuat saya memelankan langkah kaki, tarik napas dalam dan hembuskan perlahan
hingga akhirnya saya mendapatkan kendaraan umum. Di dalam kendaraan umum pun
akhirnya napas saya berangsur teratur. Hembusan angin sangat menyejukkan,
bahkan cukup kencang hingga akhirnya membuat rambut berantakan padahal sedang
dikuncir kuda.Hembusan angin selalu berhasil membuat emosi saya menjadi tenang.
Duduk tenang, merasakan setiap angin yang menyentuh kulit,
melihat pemandangan jendela yang berganti dengan cukup cepat membuat saya
berpikir dengan lebih jernih. Saya selalu percaya akan teori: ada sebuah alasan
dibalik suatu peristiwa. Begitu juga dengan kejadian yang saya alami. Apa
alasannya? Saya dapat merasakan kembali pengalaman menggunakan kendaraan umum,
hanya duduk diam sambil menikmati kesejukan angin jendela, tidak perlu
memusingkan rute perjalanan, tidak harus menghadapi rasa kesal oleh gaya
menyetir ugal-ugalan kendaraan umum. Tentu saja karena saya sedang berada di
dalam kendaraan yang biasa membuat kesal.
Terbiasa menggunakan kendaraan pribadi hingga sampai tujuan
membuat saya melupakan rasa pengalaman yang pernah saya alami hampir 2/3 hidup
saya. Pengalaman nyamannya menjadi penumpang. Kali ini bertambah lagi satu
pengalaman saya yang mendukung teori: ada sebuah alasan di balik suatu
peristiwa. Sederhana ya? Memang. Ada yang salah dengan kesederhanaan ini? Menurut
saya, menjalani hidup perlu adanya kesederhanaan untuk menjaga ego agar tidak melambung terlampau
tinggi hingga akhirnya saat terjatuh kamu tidak merasakan sakit yang terlalu
dalam.
Itu alasan dibalik peristiwa saya. bagaimana dengan kamu?