Senin, 28 Oktober 2013
Hujan
Sabtu, 26 Oktober 2013
Browni: Arti Yang Tidak Disadari
Sering sebel kalau kebangun karena gonggongan cemprengnya.
Suka berujar "ih apa deh heboh sendiri. lebaaaay!".
Sering marah-marahin kalau kandang penuh kotoran yg belepotan terinjak-injak.
Sering buka pintu sambil penuh tanya 'ada apa sih? kok lewat tengah malam gini berisik?'
Malam ini sunyi. Saking sunyinya hingga mendengar suara serangga malam, entah apa jenisnya, padahal malam-malam sebelumnya jarang sadar ada suara ini.
Sore ini saya merelakan Browni dipelihara orang lain, seorang teman di kawasan Jakarta Utara. Setelah bercerita singkat, memberi wejangan, tips mengenai kebiasaannya tersadar udah banyak banget kenangan yang tertumpuk, jarang saya bicarakan pada siapa pun.
Alergi pada dogfood tertentu, galak pada pria, pola manjanya saat dipangku ataupun digendong, pengalaman ditemani saat sakit dan sendirian di kosan dengan hanya duduk manis dengan tubuh dan pandangan tertuju pada saya yang tergeletak di atas tempat tidur, kebiasaannya yang garuk-garuk pintu menandakan ingin keluar sekedar pipis atau pup, merengek menangis bila dikandangi dan diletakkan di pojokan ruangan dan baru akan berhenti bila melihat saya kemudian akan tertidur dengan sendirinya, ingatan bahwa hewan apa pun dengan ukuran tubuh berbanding berapa pun dengannya tanpa gentar akan dilawan bahkan seekor pitbull. hahhhh..yasudahlah..pemiliknya sekarang akan lebih bisa beri waktu dan perhatian dibanding keadaannya beberapa bulan belakangan ini.
Semenjak bekerja, saya akui cukup kewalahan merawat memelihara tiga anjing: anjing big size, anjing medium size dan small size yaitu Browni. Seringkali saya sengaja tidak melepasnya keluar kandang padahal dua anjing lainnya saya lepas di halaman untuk mereka bermain, berlarian. Saya punya alasan untuk tindakan saya ini. Biasanya saya melepaskan anjing-anjing sambil saya membersihkan kandang, termasuk kandang Browni yg terpisah sendiri oleh dua anjing lainnya. Ukuran Browni yang mungil sering membuat dia dengan bebas lari menerobos keluar pagar melewati selanya yang seukuran tubuhnya. Satu hal yang saya cemaskan bila dia bermain di luar pagar: tertabrak kendaraan yang tidak melihatnya melintas. Dan betul kecemasan ini. Pernah satu hari pulang kerja saya mendapati dia berjalan pincang. Rupanya sore itu dia dilepas bebas tanpa pengawasan. Kasian melihatnya ditambah dengan ekspresi penuh dramanya.
Sore sepulang bertemu dengan teman tadi, sempat mencoba menghiraukan perasaan kehilangan. Cuma suara serangga atau pun cicak di malam ini terasa lebih mengusik dari gonggongan Browni. Sempat terlintas pikiran menjemput kembali tapi ego tidak melulu harus dituruti. Kalau Browni kembali ke sini, dia akan kembali di kondisi yang kurang diperhatikan.
Sempat menasehati, "Paling beberapa jam atau beberapa hari dia akan terlihat bingung sebagai tahap penyesuaian". Malam ini tersadar ternyata saya bicara untuk diri sendiri. Saya kembali harus belajar menyesuaikan diri dengan kondisi baru, kondisi tanpa gonggongan cempreng Browni.
Terima kasih ya, Browni. Atas segala pelajaran mengenai dedikasi, komitmen, dan perhatian. Atas waktu dan kejadian yang memberi banyak arti yang tidak disadari saat masih ada dan tersadar saat sudah tidak ada. Sampai jumpa, Browni. Kapan-kapan ku kan menjengukmu. Pasti.
Teriakan Kemerdekaan Bosscha
Sabtu, 17 Agustus 2013 perjalanan saya di mulai pk 07.20 WIB dari Bintaro, Jakarta. Sebuah perjalanan melalui jalur bebas hambatan menuju Bandung, tiba di Bosscha - Lembang pukul 10.50 WIB. Jakarta - Lembang dengan waktu tempuh kurang 3 jam lebih menunjukkan bagaimana kepadatan lalu lintas terutama kepadatan lalu lintas di jalur Lembang yang padat merayap cenderung tidak bergerak. Upacara peringatan kemerdekaan RI di ruang serba guna Bosscha direncanakan pukul 9.30 namun hari itu dengan terpaksa baru dimulai pada pukul 11.00. Keterlambatan 1,5 Jam dari jadwal tidak mengurungkan semangat untuk mengumandangkan Indonesia Raya yang kemudian diikuti pembacaan Proklamasi oleh budayawan nasionalis, Bapak Eka Budianta, yang juga merangkap sebagai moderator pada dialog siang mengenai keberlangsungan kegiatan Observatorium Bosscha antara masyarakat, komunitas umum (salah satunya Komunitas Aleut!), Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dan pihak Observatorium Bosscha.
Karel Albert Rudolf Bosscha, juga dikenal dengan sebutar KAR Bosscha, adalah seorang penggila tanaman yang juga antusias menggemari bidang astronomi berinisiatif untuk menyalurkan hobinya dengan membangun observatorium ini dibantu oleh sepupu Bosscha yaitu Rudolf Albert Kerkhoven. Pembangunan observatorium tidaklah mulus apa adanya. Bosscha sadar seandainya astronom Leiden memiliki kendali atas pengelolaan observatorium nantinya, ia tak akan bisa bersaing dalam hal otoritas ilmiah walaupun ia adalah orang kaya dan berpengaruh. Sehingga ia membentuk perkumpulan orang terpelajar bernama Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV—Perkumpulan Astronom Hindia Belanda) dengan Bosscha sebagai ketuanya dan Kerkhoven sebagai sekretaris. Perkumpulan ini dibangun untuk menyalurkan uang yang digunakan untuk membangun observatorium. Kok bisa? Jadi, Untuk bergabung pada perkumpulan ini, ada syarat keanggotaan dengan menyumbang sejumlah uang. Jumlah uang yang disumbangkan akan menentukan status keanggotaannya dalam perkumpulan. Begini rinciannya: pendiri organisasi menyumbang lebih dari 10.000 Gulden, penyumbang memberikan yang uang masuk sebesar 500 Gulden dan iuran anggota 100 Gulden per tahun sementara anggota biasa membayar 10 Gulden per tahun. Sekitar dari tahun 1920/1921 hingga tahun 1928, diperkirakan organisasi ini mampu menyumbangkan 1 juta Gulden untuk dana pendirian dan operasional harian observatorium. Kemudian perkumpulan ini diisi oleh orang-orang berpengaruh di Hindia Belanda pada saat itu sehingga mendapat perhatian pemerintahan kolonial hingga lembaga berpengaruh di Hindia Belanda. Keren ya caranya Pak Bosscha? J
Berikut Pencitraan lebih dekatnya:
"Ga mesti suka astronomi dulu ‘tuk peduli. Jangan sampai digerus sama pengembang dulu baru meneriakkan keprihatinan” cupacupicup.blogspot.com
Sabtu, 07 September 2013
Belajar Kembali Berkata
Senin, 22 Agustus 2011
Lirik yang Tidak Diundang Ke dalam Pikiran
Yang kalau ditanya, "itu lagu siapa?", "ga tau..tiba2 terngiang aja di pikiran.." ?
Itu yang sedang aku alami sebulan ini. Tepatnya sudah ada 2 lagu yang menggema di pikiran terus menerus
Dan lucunya hanya sepenggal liriknya saja yang terus terngiang. Ini penggalan kedua lagu tersebut:
"Kucinta caramu mencintai aku
Kau buka pintu hatiku
Karena dirimu kini kupahami
Aku bahagia denganmu"
Kucinta Caramu Mencintaiku - Aryo Wahab
"Meskipun aku di surga
Mungkin aku tak bahagia
Bahagia ku tak sempurna bila itu tanpamu"
Tempat Terakhir - Padi
Kenapa hanya penggalan lirik ini doang yang terngiang?
Well, aku pun tidak mengerti kok.
Yang pasti lagu ini sudah berhasil membuat teman-teman kontrakan sangat bosan mendengarnya!
Bosan setelah berjam-jam saya putar tanpa ada tambahan lagu lainnya.
Sorry guys! ohohohooo
Minggu, 21 Agustus 2011
Ku Cinta Indonesia ku!
Bagaimana aku tidak cinta dengan negara yang begitu penuh dengan keindahan.
Mulai dari alamnya yang lengkap terdiri dari wisata pantai, gunung, bukit, bawah laut yang semuanya sangat indah.
Belum lagi budayanya yang begitu beragam.
Kenapa saya posting seperti ini?
Saya baru saja berlibur dari Karimun Jawa, Jepara bulan juli kemarin untuk kedua kalinya dalam setahun ini.
Ini lah keindahan yang membuat saya begitu mengagumi negara ku:
ini baru di pantai. Belum yang lainnya..
Dan yang bikin makin istimewa adalah sewaktu saya berlibur ketempat ini saya hanya mengenal 4 orang saja dan 4 orang lainnya baru saya kenal sewaktu berlibur ini.
Tapi kami langsung bisa merasa dekat walau latar belakang kami yang berbeda baik dari segi usia, jenis kelamin, sampe berbeda kewarganegaraan.
Jadi, paham kan sebagaimananya ku cinta Indonesia ku? :)
Aku cm berharap keindahan ini akan terus ada sampe generasi - generasi mendatang! :)