Berada di kota sejuk seperti Sukabumi membuat saya pelit
bergerak alias mager atau malas gerak. Alasan utama saya malas gerak adalah
temperatur air yang sungguh dingin membuat kulit saya enggan disentuh ditambah
suhu ruangan yang sejuk disertai angin semilir di dalam rumah teman saya
menyebabkan kantuk yang tak kunjung usai. Jadilah saya yang bagai onggokan
pohon yang sulit digulingkan. Padahal hari sebelumnya saya sudah berencana
bangun pagi untuk langsung segera keliling kota sejuk ini. Akhirnya wacana itu kandas
dengan wacana semata.
Berhubung teman saya sudah harus kembali ke Jakarta hari minggu sore, akhirnya di
sekitar jam 11 saya memberanikan diri untuk berjibaku dengan kedinginan air
Sukabumi. Syukurlah saya menang dan selamat dalam pertarungan dengan air dingin
itu. Ternyata masih lebih dingin hati saya makanya saya menang! *halah*.
Selesai mandi Mas Dimas, sang tuan rumah, celetuk, “Yuk!
kita ke PH!”. Saya bertanya “itu tempat apa? Jauh?” Saya memikirkan si bocah
kecil berusia 3 bulan yang ikut diboyong oleh ibunya bila perjalanan itu
jaraknya cukup jauh. “Gw juga belum
pernah ke sana. Deket kok. Paling setengah jam” jawab Nisty. Oke, setengah jam
tidak terlalu jauh jika ditempuh bersama bayi 3 bulan, batinku.
Pukul 12-an menjelang jam 1 siang kami mengendarai motor matic dari Karang Kengah langsung menuju
Pondok Halimun. Ke Pondok Halimun juga bisa diakses menggunakan kendaraan umum
dari terminal Sukabumi dengan jurusan Selabintana kemudian disambung dengan
berjalan selama satu jam menuju Pondok Halimun.
Setelah sekitar 30 menit mengendarai motor akhirnya palang
pintu dengan tulisan “Kawasan Pondok Halimun” sudah terlihat dari kejauhan 100
m. Itu adalah pintu masuk pertama untuk memasuki kawasan wisata Pondok Halimun
dengan petugas sudah duduk manis untuk menarik retribusi sebesar Rp2.000/orang.
Saya bernapas lega setelah mengendarai motor dengan kondisi jalan yang cukup banyak
jebakan yaitu lubang yang cukup besar dan banyak batu cukup besar. Terutama
saya boncengi teman saya yang lebih berat dari saya. Kebayang bagaimana leganya
‘kan? Hehehehe.. Saya kembali mengikuti motor teman saya dari belakang
untuk mencari tempat parkir. Tapi.. loh
kok jalan terus? Oh ternyata
perjalanan ini belum berakhir! Saya kembali menarik napas. Hauufffft! Semangat!
Ternyata setelah pintu masuk pertama kita memasuki kawasan
kebun teh Kampung Perbawati. Cukup luas dan asri dengan pemandangan yang serba
hijau. Hanya saya tidak bisa puas menikmati pemandangan kanan kiri saya karena
saya harus konsentrasi pada jalan yang rusaknya lebih parah dari sebelum
memasuki pintu masuk. Lebar jalannya cukup 1 mobil dengan jalan yang belum
diaspal secara menyeluruh. Bagian yang telah diaspal pun sudah tidak mulus.
Banyak lubang dan batuan yang menghiasi sepanjang menuju kawasan Pondok Halimun
sesungguhnya dengan sebelah kanan adalah ladang dengan kerendahan sekitar 1
meter. Jadi saya tidak boleh ceroboh berkendara terutama membonceng karyawan
yang harus pulang sore itu. Ini lah perjalanan sesungguhnya! Membawa sang
karyawan kantoran dengan selamat tanpa terjadi apapun yang dapat membuatnya
tidak masuk kerja. Tanggung jawab yang sungguh berat.
15 menit dari pintu masuk pertama akhirnya kami sampai di
Kawasan Pondok Halimun sesungguhnya. Kami kembali ditarik biaya retribusi
sejumlah Rp10.000 untuk ber4 sudah termasuk 2 motor. Kata teman saya itu hasil
negosiasi suaminya. Saya tidak tahu untuk tarif aslinya. Dari pintu masuk dari
tempat petugas retribusi, saya langsung disuguhkan 3 tempat berbeda. Depan,
kiri, dan kanan. Depan adalah jalur trekking menuju perkebunan teh yang bisa juga
digunakan untuk motor cros, kiri adalah jalan menuju air terjun Cibeureum
sekaligus alternatif jalan menuju Taman Nasional Gunung Gede Pangrango,
sedangkan ke kanan adalah taman kecil yang ada kali dari sumber mata air Gunung
Salak.
Yah karena tema perjalanan ini adalah wisata keluarga
baru bersama bayi berusia tiga bulan, kami memilih untuk bersantai saja di
taman kecil. Taman ini sungguh sejuk, asri dengan dikelilingi oleh pohon
rindang dan ada kali kecil yang semakin memberi kesan ketenangan dari gemericik
air mengalir cukup jernih. Cocok untuk wisata keluarga dengan membawa anak usia
dini belajar berkenalan dengan alam. Di taman tersebut terdapat beberapa pondok
yang bisa digunakan untuk beristirahat, beberapa penjual minuman dan makanan
hangat seperti kopi dan mie instan. Penjual juga menyediakan tikar bagi
pengunjung yang tidak membawa alas duduk untuk digelar di rerumputan. Juga
terdapat arena bermain untuk anak berupa panjat tali dan perosotan untuk
melatih motorik anak. Saat saya berkunjung ke sana, ada beberapa pembangunan
pondok dan keadaan arena bermain anak yang sudah tidak terawat. Sehingga
alternatif bermain anak hanya bermain air di kali bersama orang tua. Berikut
sekilas foto Taman Pondok Halimun:
Saya cukup terkesan dengan kesejukan dan suasana asri yang
ditawarkan oleh Pondok Halimun. Satu hal yang sangat disayangkan yaitu mengenai
pengelolaan sampah yang ditinggalkan serta minimnya kesadaran pengunjung untuk
mengumpulkan sampah dan dibuang di tempat sampah. Saya tidak menemukan adanya
tong sampah di sekitar lokasi pengunjung bersantai. Tentu saja pengunjung
membuang sampah sembarangan karena tidak adanya fasilitas yang tersedia. Kesadaran
pengunjung mengumpulkan sampah di satu plastik kemudian dibawa pulang sementara
sambil mencari tempat sampah pun masih rendah. Sehingga sampah dapat ditemui
dimana-mana. Padahal di pintu masuk taman kecil terdapat palang pengumuman yang
terpajang berisi himbauan untuk menjaga kebersihan dan keasrian kawasan.
Jika saja ada pengelolaan sampah yang lebih baik,
pembangunan pondok selesai dan arena bermain anak terawat dan diperbaharui,
mungkin kawasan Pondok Halimun akan menjadi kawasan hiburan alam yang dapat diandalkan
oleh warga Sukabumi terutama bagi orangtua muda yang baru memiliki anak.