..sedikit intermezzo..
Karena postingan terakhir ttg hal yang sensitif untuk saya, saya kembali menjadi seorang melankolis.
Disaat melankolis seperti ini saya jadi teringat banyak hal dan hati saya jadi tergugah untuk menjalani hubungan itu kembali.
Tapi saya harus meneguhkan hati untuk mengurungkan niat itu sebelum si partner membawa saya ke hal yang lebih jelas dan lebih jelas lagi setiap harinya.
Saya jadi ingat tulisan teman saya yang memiliki pemikiran yang (persis) sama dgn pikiran dan perasaan saya...
"bukankah hak asasi manusia untuk memilih sendiri agamanya? kenapa kita harus jadi terkekang oleh agama?
klo ada pasangan yg beda agama lalu kemudian mencoba mengconvert
pasangannya, itu baru personal (terlepas dari apabila sang pasangan
tersebut memang ingin di'convert'..)
tapi kalo ke2nya masih punya agama dan rasa sayang yang kuat, kenapa mereka harus berakhir?
tidak bisakah mereka bersatu dan menjalani agamanya masing - masing...?"
- Cristofer, D.-
"PS : Tuhan, bila memang pada kehidupan ini saya dapat menghendaki
partner, entah apapun istilah sosialnya. Lewat siknronisitas keajaiban
semesta, pandulah ia pada masa dimana kami bisa menggantungkan
mimpi-mimpi kami bersama, memusatkan medan doa kami untuk meraihnya,
memvisualisasikan harapan-harapan itu, berjalan beriringan, menjadi
rekan yang saling melengkapi untuk mencapai tujuan hidup kami
masing-masing; menemukan peran kami sebagai manusia.
Namun,
apabila pada kehidupan ini, engkau ingin saya berjalan sendirian,
tidak apa Tuhan. Hanya saja, saya lelah menjadi pembuka jalur, selalu
menjadi si Kaca salah yang akhirnya Cuma teronggok jadi sampah. Bila
memang begitu peran saya, ijinkan saya memilih untuk dibiarkan tetap
pada jalan sunyi saja.
Tuhan penguasa waktu, dalam
relativitas kontinum waktu, ijinkanlah saya untuk bertumbuh melalui
segala peristiwa yang saya alami, untuk bersabar, dan percaya pada
panggilan takdir saya." - Ardianingrum, N. A.-